do tHe rigHt think anD do iT righT…

foto pertama kali di pertengahan tahun 2006..

masih cupu..:D

berjalannya waktu membuat hubungan kami makin kuat. Terbinanya hubungan kami ppun tidak berjalan dengan mudah.

Bermacam halangan dan rintangan, sampai saat ini dapat kami lalui dengan baik.

manis..asem..pahit..sdh pernah kami rasakan.

kejenuhan yang biasa dirasakan oleh pasangan lain, untungnya belum pernah dan jangan sampai kami rasakan.

sesuatu yang tidak biasa, langka, dan berkesan…

mudah-mudahan semuanya berakhir dengan indah..vv

V E S P R

TEORI VESPR

I. PENDAHULUAN

Teori VSEPR dikembangkan oleh Gillespie dan Nyholm pada tahun 1957 berdasarkan ide-ide yang dikemukakan oleh N. V. Sidgwick dan H. E. Powell. Pada tahun 1940 Sidgwick dan Powell mengemukakan gagasan bahwa bentuk dari molekul-molekul sederhana, yaitu molekul-molekul yang atom pusatnya tidak memiliki pasangan elektron bebas (lone pair), dapat diramalkan berdasarkan jumlah ikatan atau banyaknya pasangan elektron ikatan yang terdapat di sekitar atom pusatnya. Molekul yang atom pusatnya memiliki empat ikatan berbentuk tetrahedral, misainya CC14 dan CH4 molekul yang atom pusatnya memiliki lima ikatan berbentuk trigonal bipiramidal (TBP) seperti PF5 dan PCI5 dan molekul yang atom pusatnya memiliki enam ikatan berbentuk oktahedral, misalnya SF6.

Gillespie dan Nyholm berhasil mengembangkan gagasan yang dikemukakan oleh Sidgwick dan Powell untuk molekul-molekul yang atom pusatnya memiiki pasangan elektron bebas atau memiliki ikatan rangkap. Gagasan yang mereka kemukakan diberi nama teori tolakan pasangan elektron pada kulit valensi {The Valence-Shell Electron-Pair Repulsion (VSEPR) Theory} yang dimuat dalam Quarterly Review pada tahun 1957. Karya ilmiah ini memberikan dampak yang sangat besar dalam pengajaran kimia struktur di perguruan tinggi pada tingkat undergraduate dan dapat mengalahkan karya-karya ilmiah lain dalam kimia struktur yang diterbitkan dalam kurun waktu 40 tahun sebelumnya.

Pada tahun 1963, Gillespie memberikan ceramah tentang teori VSEPR dalam suatu pertemuan yang diadakan oleh American Chemical Society (ACS). Setelah memberikan ceramahnya, dia ditentang oleh salah seorang peserta ceramah, yaitu Rundle yang menyatakan bahwa teori VSEPR adalah terlalu “naive” dan satu-satunya pendekatan dalam meramalkan struktur molekul adalah teori orbital molekul. Setelah mengadakan diskusi yang cukup panjang Gillespie menantang Rundle untuk meramalkan bentuk atau struktur dan ksenon heksafluorida (XeF6) yang pada waktu itu baru saja disintesis oleh Malm dan teman-temannya. Berdasarkan teori orbital molekul, Rundle meramalkan bahwa bentuk dan XeF6 adalah oktahedral normal, sedangkan Gillespie berdasarkan teori VSEPR meramalkan bahwa bentuk dan XeF6 adalah oktahedral terdistorsi. Dari hasil eksperimen berdasarkan metode spektroskopi infra merah terhadap XeF6 dalam fase gas yang dilakukan oleh Bartell diperoleh fakta bahwa bentuk dari XeF6 bukannya oktahedral normal sebagaimana yang diramalkan oleh Rundle, melainkan oktahedral terdistorsi sebagaimana yang diramalkan oleh Gillespie. Sejak saat itu teori VSEPR menjadi semakin terkenal dan diterapkan dalam pengajaran kimia di sekolah-sekolah menengah dan di perguruan tinggi. Bartell menyimpulkan bahwa “The VSEPR model somehow captures the essence of molecular behaviour”.

A. Pengertian Bentuk Molekul

Pada umumnya pembahasan tentang bentuk molekul sekaligus mencakup bentuk ion poliatomik. Ion poliatomik adalah ion yang tersusun oleh dua atau lebih atom, misalnya ion-ion sianida, nitrat dan sulfat. Atom-atom dalam molekul dan ion poliatomik berikatan satu dengan yang lain melalui ikatan kovalen. Di dalam ruangan, atom-atom yang terdapat pada suatu molekul atau ion poliatoniik berada dalam kedudukan tertentu sehingga diperoleh bentuk molekul yang tertentu pula. Godman dan Denney (1985) mendefinisikan bentuk molekul atau struktur molekul sebagai “bentuk tiga dimensi suatu molekul yang ditentukan oleh panjang-panjang dan sudut-sudut ikatan antara atom-atom yang ada dalam molekul tersebut”. Definisi tersebut dapat dianggap kurang tepat, definisi yang Iebih tepat yakni “bentuk molekul merupakan bentuk tiga dimensi dari suatu molekul yang ditentukan oleh jumlah ikatan dan besarnya sudut-sudut ikatan yang ada di sekitar atom pusatnya.” Berdasarkan definisi tersebut tampak bahwa jumlah ikatan dan besarnya sudut ikatan adalah dua faktor penting dalam menentukan bentuk suatu molekul. Hal itu ditunjukkan dengan contoh-contoh berikut. Seandainya ada molekul AX4 dengan atom pusat A dan empat buah substituen X, maka AX4 dapat mèmiliki berbagai kemungkinan bentuk, dua diantaranya adalah tetrahedral dan bujursangkar.

B. Latar Belakang Perkembangan Teori VSEPR

Pada awal perkembangan teori ikatan valensi, pengaruh dan pasangan elektron bebas (lone pair) cenderung kurang diperhatikan. Pada tahun 1940, Sidgwick dan Powell menemukan bahwa bentuk suatu molekul dapat diterangkan berdasarkan susunan semua pasangan elektron, baik pasangan-pasangan elektron ikatan (bonding pairs) maupun pasangan-pasangan elektron bebas (lone pairs) yang terdapat pada kulit valensi atom pusatnya. Lebih lanjut mereka mengemukakan bahwa apabila pada kulit valensi atom pusat dari molekul-molekul yang berbeda terdapat pasangan-pasangan elektron ikatan dengan jumlah yang sama dan pasangan-pasangan elektron bebas dengan jumlah yang sama pula, maka pasangan-pasangan elektron tersebut dapat memiliki susunan dalam ruang yang sama sehingga bentuk molekulnya sama. Misalnya pada NH3 dan NF3, kedua molekul tersebut memiliki tiga pasangan elektron ikatan dan sebuah pasangan elektron bebas, bentuk kedua molekul tersebut adalah sama, yaitu trigonal piramidal. Sejak saat itu pentingnya pasangan elektron bebas dalam menentukan bentuk molekul dan besamya sudut ikatan yang ada menarik perhatian para pakar yang lain.

Lennard-Jones dan Pople pada tahun 1950 mengemukakan bahwa bentuk molekul air dan amoniak dapat dijelaskan berdasarkan kumpulan orbital-orbital hibrida (yaitu orbital-orbital yang terbentuk dan proses hibridisasi) yang terdapat pada atom pusatnya. Pada atom pusat dua molekul tersebut terdapat empat buah orbital hibrida sp3. Pada molekul air dua orbital hibrida digunakan untuk membentuk pasangan-pasangan elektron ikatan, sedangkan dua orbital hibrida yang lain ditempati oleh pasangan-pasangan elektron bebas. Pada molekul amoniak tiga orbital hibrida sp3 digunakan untuk membentuk pasangan-pasangan elektron ikatan, sedangkan sebuah orbital hibrida sp3 ditempati oleh pasangan elektron bebas. Empat orbital hibrida tersebut mengarah pada pojok-pojok tetrahedral. Karena pasangan elektron bebas tidak disertakan dalam penentuan bentuk molekul, maka bentuk molekul air adalah huruf  V dan bentuk molekul amoniak adalah trigonal piramidal dengan besarnya sudut-sudut ikatan H-O-H dan H-N-H lebih kecil dan sudut tetrahedral normal. Gagasan Lennard-Jones dan Pople dikembangkan lebih jauh oleh Linnett dan Mellish pada tahun 1954, yang menganggap bahwa suatu pasangan elektron bebas, yang hanya berada di bawah pengaruh satu atom, menempati lebih banyak ruangan di permukaan atom pusat dibandingkan pasangan-pasangan elektron ikatan. Sebagai konsekuensinya, tolakan yang ditimbulkan oleh pasangan elektron bebas adalah lebih kuat daripada tolakan yang ditimbulkan oleh pasangan elektron ikatan. Hal ini menyebabkan mengecilnya sudut-sudut ikatan yang ada di sekitar atom pusat seperti yang teramati pada molekul air dan amoniak. Pada tahun 1957 Fowles memberikan beberapa pengaruh dari pasangan-pasangan elektron bebas terhadap panjang ikatan dan sudut ikatan serta sifat-sifat molekul.

Pada tahun 1957, Gillespie dan Nyholm mengemukakan bahwa gagasan dan Sidgwick dan Powell dapat digabungkan dengan gagasan yang dikemukakan oleh Lennard-Jones dan Pople, Linnet dan Mellish serta Fowles untuk menjelaskan secara kualitatif mengenai bentuk-bentuk umum dan perkiraan besarnya sudut-sudut ikatan pada molekul-molekul anorganik. Gillespie dan Nyholm menjelaskan bahwa susunan dalam ruang dari pasangan-pasangan elektron pada kulit valensi atom pusat dapat dianggap terjadi akibat adanya saling interaksi antara pasangan-pasangan elektron tersebut. Interaksi antara pasangan-pasangan elektron tersebut merupakan konsekuensi dari gaya-gaya elektrostatik dan prinsip eksklusi Pauli yang terjadi antara pasangan-pasangan elektron yang ada

C. Ide Dasar Teori VSEPR

Dalam suatu molekul elektron-elektron yang terdapat pada atom pusat dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu elektron-elektron pada kulit-kulit dalam (inner shell electrons) dan elektron-elektron pada kulit valensi (valence shell electrons). Bila jumah elektron-elektron pada kulit dalam sama dengan jumlah elektron pada gas mulia, maka dianggap memiliki simetni bola (spherically symmetric) atau rapatan elektronnya (electron density) berbentuk bola. Gillespie dan Nyholm mengemukakan bahwa interaksi antara elektron-elektron dalam yang memiliki simetri bola dengan elektron-elektron yang terdapat pada kulit valensi dapat diabaikan. Dengan kata lain, rapatan elektron dalam dengan simetri bola ini dianggap tidak berpengaruh terhadap bentuk suatu molekul. Apabila elektron-elektron pada kulit dalam jumlahnya tidak sama dengan elektron-elektron pada gas mulia, maka elektron-elektron dalam ini dianggap tidak memiliki simetri bola. Interaksi antara elektron-elektron dalam ini dengan elektron-elektron pada kulit valensi tidak dapat diabaikan. Keadaan ini banyak dijumpai pada molekul-molekul berbentuk oktahedral yang atom pusatnya merupakan logam transisi, yaitu pada senyawa-senyawa kompleks. Masalah ini dibahas dalam buku “Kimia Koordinasi I” oleh penulis yang sama dalam subtopik distorsi tetragonal atau distorsi Jahn-Teller.

Gillespie dan Nyholm menyatakan bahwa stereokimia suatu atom ditentukan oleh tolakan antara pasangan-pasangan elektron yang terdapat pada kulit valensi atom pusatnya. Elektron-elektron pada kulit valensi atom pusat ini dianggap menempati orbital-orbital terlokalisasi yang diarahkan dalam ruang di sekitar inti atom dan elektron-elektron pada kulit dalam. Jarak antara elektron-elektron pada kulit valensi adalah maksimal sebagai konsekuensi dan prinsip eksklusi Pauli. Di samping prinsip eksklusi Pauli yang biasa dikenal, yaitu tidak ada dua elektron dalam satu orbital atom yang memiliki empat bilangan kuantum yang sama, Gillespie, Nyholm, Dickens, dan Linnet menyatakan versi lain dari prinsip eksklusi Pauli, yaitu elektron-elektron dengan spin yang sama (yang terdapat pada orbital- orbital atau orbital-orbital hibrida yang jenisnya sama pula) cenderung berpisahan atau mengambil kedudukan dengan jarak sejauh mungkin. Kebolehjadian maksimum untuk menemukan dua elektron dengan spin yang sama adalah pada posisi yang berlawanan di sekitar inti atom. Kebolehjadian maksimum untuk menemukan tiga elektron dengan spin yang sama adalah mengarah pada pojok-pojok segitiga sama sisi, sedangkan untuk empat elektron dengan spin yang sama adalah mengarah pada pojok-pojok tetrahedral.

Bila pada kulit valensi atom atau ion terdapat delapan buah elektron, seperti pada Ne, F, O2, dan N3-, maka akan ada dua kelompok elektron. Kelompok pertama terdiri atas empat elektron dengan spin yang sama yang kebolehjadian maksimumnya untuk ditemukan adalah mengarah pada pojok-pojok tetrahedral. Kelompok kedua juga terdiri atas empat elektron dengan spin yang santa tetapi berlawanan arah dengan spin elektron-elektron pada kelompok pertama. Kebolehjadian maksimum untuk ditemukannya elektron pada kelompok kedua juga mengarah pada pojok-pojok tetrahedral. Dua tetrahedral ini pusatnya adalah berimpit, akan tetapi pojok-pojoknva tidak berimpit. Apabila satu atau lebih proton atau ion-ion positif bergabung dengan Ne, F, O2-, atau N3-, maka dua elektron dengan spin yang berbeda tersebut akan saling bertarikan dan pojok-pojok dari dua tetrahedral yang semula tidak berimpit akan saling berimpit sehingga dua tetrahedral tersebut bergabung menjadi satu tetrahedral. Akibatnya akan terdapat empat buah pasangan elektron yang terlokalisasi dan arahnya pada pojok-pojok tetrahedral. Pada posisi tersebut tolakan antara empat buah pasangan elektron tersebut adalah minimal.

1. Keterbatasan Teori VSEPR

Meskipun teori VSEPR dapat digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan bentuk molekul dan bentuk ion poliatomik dengan tingkat keberhasilan yang tinggi, akan tetapi seperti halnya teori-teori yang lain dalam ilmu kimia, teori VSEPR juga memiliki kelemahan-kelemahan. Teori VSEPR tidak dapat digunakan untuk meramalkan bentuk dari BeH32-, BH3, CH3, dan NH3+ yang merupakan spesies-spesies dengan jumlah elektron yang sama (isoelektron). Bilangan koordinasi atom pusat pada spesies-spesies tersebut adalah 3,5. Berdasarkan teori VSEPR bentuk molekul dan spesies-spesies tersebut adalah trigonal piramidal dengan besarnya sudut ikatan H-E-H (E = Be, B, C atau N) lebih kecil dan 120° (sudut normal untuk BK 3) tetapi lebih besar dan 109,47° (sudut normal untuk BK 4) karena adanya sebuah elektron tidak berpasangan (ETB) pada atom pusatnya.

jrenK..jrenKK…..

jiahhh, nongol lagi pasangan narsis..

klo di tipi ad the sister, ini bisa dblng duo narsiz…… qiqiqiqi….

ini saya dan adek yg paling kecil.  Namanya gotama, baru kelas 4 sd.

Mmm, yah beda 10 tahun dr umurq yang sekarang..

anaknya cerdas, rajin dan cukup ontime dengan waktu..

walaupun terkadang menyebalkan….(yah, masih terampunilah)

ttp sja ——–> gampang dikerjain..

qiqiqiqi…….

SISTEM IMUN

1. SISTEM IMUN

Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.

Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme.

Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya untuk melindungi tubuh juga berkurang, membuat patogen, termasuk virus yang menyebabkan penyakit. Penyakit defisiensi imun muncul ketika sistem imun kurang aktif daripada biasanya, menyebabkan munculnya infeksi. Defisiensi imun merupakan penyebab dari penyakit genetika, seperti severe combined immunodeficiency, atau diproduksi oleh farmaseutikal atau infeksi, seperti sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS) yang disebabkan oleh retrovirus HIV. Penyakit autoimun menyebabkan sistem imun yang hiperaktif menyerang jaringan normal seperti jaringan tersebut merupakan benda asing. Penyakit autoimun yang umum termasuk rheumatoid arthritis, diabetes melitus tipe 1 dan lupus erythematosus. Peran penting imunologi tersebut pada kesehatan dan penyakit adalah bagian dari penelitian.

Sistem imun memiliki beberapa fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai:

  • Penangkal “benda” asing yang masuk ke dalam tubuh
  • Untuk keseimbangan fungsi tubuh terutama menjaga keseimbangan komponen tubuh yang telah tua
  • Sebagai pendeteksi adanya sel-sel abnormal, termutasi atau ganas, serta menghancurkannya.

Sistem pertahanan tubuh terbagi atas 2 bagian yaitu:

  1. Pertahanan non spesifik

Pertahanan non spesifik, merupakan garis pertahan pertama terhadap masuknya serangan dari luar. Pertahanan non spesifik terbagi atas 3 bagian yaitu :

  1. Pertahanan fisik :kulit, mukosa membran
  2. Pertahanan kimiawi: saliva,air mata, lisozim(enzim penghancur)
  3. Pertahanan biologis: sel darah putih yang bersifat fagosit (neutrofil,monosit,acidofil),protein antimikroba dan respon pembengkakan (inflammatory)

1)      Determinan

Berbagai faktor yang disebut determinan berpengaruh terhadap sistem imun nonspesifik sebagai berikut :

a)        Spesies

Di antara berbagai spesies ada perbedaan kerentanan yang jelas terhadap berbagai mikroorganisme misalnya tikus sangat resisten, sedang manusia sangat rentan terhadap difteri.

b)        Perbedaan individu dan pengaruh usia

Peranan heriditer yang menentukan resistensi terhadap infeksi terlihat dari studi tuberkolosis pada pasangan kembar. Bila satu dari kembar homozigot menderita tuberkolosis, pasangan lainnya menunjukkan resiko lebih besar untuk juga menderita tuberkolosis dibanding dengan pasangan kembar yang heterozigot.

Infeksi sering terjaddi lebih berat pada anak usia balitadan binatang muda dibanding usia dewasa. Hal tersebut disebabkan karena sistem imun yang belum matang pada usia muda.

c)        Suhu

Kelangsungan hidup banyak jenis mikroorganisme tergantung pada suhu. Kuman tuberkolosis tidak akan menginfektir hewan berdarah dingin. Gonokok dan treponema mati pada suhu diatas suhu terhadap infeksi gonokok dan sifilis serebral.

d)       Pengaruh hormonat

Pada diabetes melitus, hipotiroidisme dan disfungsi adrenal ditemukan resistensi yang menurun terhadap infeksi. Sebabnya belum diketahui. Steroid yang merupakan antiinflamsi berefek menurunkan kemampuan fogositosis, tetapi juga menghambat efek tosik endotoksin yang dihasilkan kuman.

e)        Faktor nutrisi

Resistensi terhadap infeksi yang menurun oleh nutrisi yang buruk sudah tidak dipersoalkan lagi. Pada binatang percobaan hal tersebut jelas terbukti yang disertai fagositosis yang menurun dan leokopeni.

1)      Pertahanan fisik atau mekanik

Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik ini, kilit, selaput lendir, silia saluran nafas, batuk dan bersin, akan mencegah masuknya berbaggai kuman pantogen ke falam tubuh. Kulit yan rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput lendir yang rusak oleh asap rokok, akan menigkatkan resiko infeksi.

2)      Pertahanan biokimia

Kebanyakan mikroorganisme tidak dapat menembus kulit yang sehat. Beberapa mikroorganisme dapat masuk badan melalui kelenjar sebaseus dan folikel rambut. pH asam dari keringat dan sekresi sebaseus, berbgai asam lemak dan enzim yang mempunyai efek anti mikrobial, akan mengurangi kemungkinan infeksi melalui kulit. Bahna yang disekresi mukosa saluran nafas dan telinga berperanan pula dalam pertahanan tubuh secara biokimiawi. Lissozim dalamm kerringat, ludah air mata, dan air susu, melindungi tubuh terhadao berbagai kumanGram positif oleh karena dapat menghancurkan dinding selnya. Air susu ibu juga mengandung laktiferin dan asam neoraminik yang mempunyai sifat antibakterial terhadap E.coli dan staphylococcus.

Asam hidrooklorida dalam lambung, enzim proteolitik dan empedu dalam usus halus membantu mencitaptakan lingkungan yang dapat mencegah infeksi banyak mikroorganisme  (tidak semua). Demikian pula pH yang rendah dari vagina, spermin dalam semen dapat mencegah tumbuhnya beberapa mikroorganisme.

Berbagai bahan yna dilepas leokosit, lisozim yang dilepas makrofag dapat menghancurkan kuman Gram negatif Laktoferin dan transferin dalam serum dapat mengikat zat besi yang dibbutuhkan untuk hidup kuman pseudomonas.

  1. 1. KELAINAN SISTEM IMUN
    1. Alergi

Alergi, kadang disebut hipersensitivitas, disebabkan respon imun terhadap antigen. Antigen yang memicu alergi disebut allergen. Reaksi alregi terbagi atas 2 jenis yaitu: reaksi alergi langsung dan reaksi alergi tertunda.

Reaksi alergi langsung disebabkan mekanisme imunitas humoral. Reaksi ini disebabkan oleh prosuksi antibodi IgE berlebihan saat seseorang terkena antigen. Antibodi IgE tertempel pada sel Mast,leukosit yang memiliki senyawa histamin. Sel mAst banyak terdapat pada paru-paru sehingga saat antibodi IgE menempel pada sel Mast, Histamin dikeluarkan dan menyebabkan bersin-bersin dan mata berair.

Reaksi alergi tertunda disebabkan oleh perantara sel. Contoh yang ekstrim adalah saat makrofag tidak dapat menelan antigen atau menghancurkannya. Akhirnya Limfosit T segera memicu pembengkakkan pada jaringan.

  1. Penolakan organ transplantasi

Sistem imun menyerang sesuatu yang dianggap asing di dalam tubuh individu normal, yang diserang adalah organ transplantasi. Saat organ ditransplantasikan, MHC organ donor dikenali sebagai senyawa sing dan kemudian diserang. Untuk mengatasi hal ini, ilmuwan mencari donor transplantasi yang MHC punya banyak kesamaan dengan milik si resipien. Resipien organ tranplantasi juga diberi obat untuk menekan sistem imun mereka dan menghindarkan penolakan dari organ transplantasi.

Jika organ tranplantasi mengandung Limfosit T yang berbeda jenisnya dengan Limfosit T milik donor seperti pada cangkok sumsum tulang, Limfosit T dari organ tranplantasi ini bisa saja menyerang organ dan jaringan donor. Unutk mengatasi hal ini, ilmuwan meminimalisir reaksi graft versus host(GVH) dengan cara menghilangkan semua Limfosit T dewasa sebelum dilakukan tranplantasi.

  1. Defisiensi imun

Salah satu penyakit defisiensi sistem imun yaitu AIDS(Acquired Immune deficiency Syndrome) yang disebabkan oleh HIV(Human Immunodeficiency Virus). HIV menyerang Limfosit T pembantu karena Limfosit T pembantu mengatur jalannya kontrol sistem imun. Dengan diserangkan Limfosit T pembantu, maka pertahanan tubuh akan menjadi lemah. Defisiensi sistem imun dapata terjadi karena radiasi yang menyebabkan turunnya produksi limfosit. Sindrom DiGeorge adalah kelainan sistem imun yang disebabkan karena penderita tidak punya timus dan tidak dapat memproduksi Limfosit T dewasa. Orang dengan kelainan ini hanya bisa mengandalkan imunitas humoralnya secara terbatas dan imunitas diperantarai selnya sangat terbatas. Contoh ekstrim penyakit defisiensi sistem imun yang diturunkan secara genetika adalah Severe Combined Immuno Deficiency(SCIED). Penderita SCID tidak punya Limfosit B dan T maka ia harus diisolasi dari lingkungan luar dan hidup dengan betul-betul steril karena mereka bisa saja mati disebabkan oleh infeksi.

Amphetamine

1. Sejarah Amphetamine

Amphetamine pertama kali disintesiskan di Jerman pada tahun 1887, tetapi kemungkinan kandungan nilai pengobatannya tidak diselidiki sampai tahun 1972. Produk obat/medis pertama yang mengandung amphetamine, Benzedrine inhaler/obat hirup, dipasarkan tahun 1932 untuk memperlebar jalan tenggorokan dan membantu penderita asma bernapas. Tidak lama setelah produk ini diperkenalkan, pemakai menemukan bahwa bukan saja melebarkan jalan tenggorokan; produk ini juga menghilangkan keletihan, meningkatkan mutu energi, mengurangi perlunya tidur, dan menekan nafsu makan. Di Amerika Serikat, penyalahgunaan inhaler/obat hirup mengandung amphetamine hampir secara serentak dimulai dan terus dilakukan sampai saat penjualan lepas dilarang pada tahun 1959.

Tahun 1937, amphetamine juga tersedia dalam bentuk tablet dan digunakan secara luas selama Perang Dunia II oleh Jepang, Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman. Karena meningkatnya penyalahgunaan obat ini, Amerika Serikat mengatur amphetamine sebagai obat dengan resep pada tahun 1951. Akan tetapi, penggunaan medis amphetamine terus meningkat selama tahun 1950-an, karena obat ini secara rutin ditentukan sebagai anti-depresi dan penolong diet. Meskipun penyalahgunaan amphetamine menurun ditahun 1970-an dan 1980-an, penyalahgunaan amphetamine yang diproduksi secara gelap secara dramatis meningkat ditahun 1990-an hingga saat ini.

2. Definisi Amphetamine

Amphetamine adalah sejenis obat-obatan yang biasanya berbentuk pil, kapsul dan serbuk yang dapat memberikan rangsangan bagi perasaaan manusia. Salah satu jenis amphetamine, yakni methamphetamine, sering menjadi terikat secara mental kepada obat-obatan ini. Tingkah laku yang kasar dan tak terduga, merupakan hal biasa bagi pemakai kronis. Jika kamu menggunakan amphetamine, maka amphetamine ini akan merangsang tubuhmu melampaui batas maksimum dari kekuatan fisikmu. Dan kamu akan tetap merasa sangat aktif walaupun sebenarnya tubuhmu sudah sangat lelah. Apabila tubuhmu tidak dapat lagi menanggung beban ini, maka kamu dapat jatuh pingsan dan dapat mati karena kelelahan. Jika kamu menggunakan amphetamine ini, maka hidupmu akan berakhir dalam suatu dunia yang sepi, terpisah dari orang lain, sering melihat dan melihat hal yang aneh-aneh, dan hubunganmu dengan keluarga dan teman-teman akan menjadi rusak. Akibat-akibat lainnya jika kamu menggunakan obat-obatan ini adalah : penurunan berat badan, ketakutan, kelihatan seperti kurang tidur, tekanan darah tinggi, denyut nadi yang tidak beraturan, paranoia yang mendalam, pingsan karena kelelahan yang amat sangat. Amphetamine dikenal juga dengan sebutan metaphetamine. Jenis-jenisnya adalah ekstasi, speed, whiz, dll. Jenis-jenis metamphetamine adalah : ice, shabu-shabu, dll.

3. Pendapat Para Ahli

Menurut Prof Philips Alston, ahli dari New York University School of Law yang diajukan pemohon, menyatakan hukuman mati telah ditolak Dewan HAM PBB. Namun, Dewan HAM PBB menyatakan harus ada perlindungan bagi mereka yang menjalani hukuman mati. Perlindungan itu harus memuat ketentuan di mana tidak ada perbuatan pidana yang menyebabkan kematian atau perbuatan kasar lainnya.

Sementara menurut Prof JE Sahetapy, ahli dari pemohon, hukuman mati sangat bertentangan dengan Pancasila. “Saya tetap berkeyakinan hukuman mati tidak  memberantas peredaran narkotika.” Sahetapy mengingatkan bahwa konstitusi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kultur Indonesia. Karena itu hukuman seumur hidup tanpa remisi jauh lebih baik daripada hukuman mati.

Sedangkan Henry Yosodiningrat, ahli dari pemerintah, menyatakan kejahatan narkotika termasuk dalam katagori serious crime. Hak untuk hidup tidak bersifat mutlak karena ada pengecualian bagi serious crime. Yang dimaksud serious crime itu, kata Henry , tergantung kebutuhan dan interpetasi tiap-tiap negara. “Jika 40 orang meninggal setiap hari dan negara dirugikan Rp 262 triliun per tahun karena narkoba, apa itu tidak serius?” kata Henry. Menurut Henry, ancaman hukuman mati hanya berlaku bagi orang-orang yang terlibat kejahatan narkotika secara terorganisasi. Pemakai narkoba tidak diancam hukuman mati karena hanya korban dari sindikat narkotika internasional. “Yang berhak mendapatkan adalah pengedar, bukan pengguna.”

Sedangkan Brigjen Pol (Purn) Jane Mandagi, ahli dari Badan Narkotika Nasional, menyatakan hukuman mati diberlakukan untuk memberikan efek jera kepada sindikat narkotika dan untuk memutus indikasi pembalasan atau rasa tidak terima dari korban sindikat internasional.

4. Mekanisme Kerja Amphetamine

Kerja suatu obat merupakan hasil dari banyak sekali proses yang umumnya didasari suatu rangkaian reaksi yang dibagi dalam tiga fase yaitu :

  1. fase farmaseutik,
  2. fase farmakokinetika dan
  3. fase farmakodinamika.

Mekanisme kerja amphetamine dalam tubuh sebagai berikut :

1)      Menyebabkan pelepasan norepinefrin, dopamine dan serotonin dari neuron pra sinaps.

2)      Menghambat re-uptake norepinefrin dan dopamin.

3)      Menghambat sistem MAO pada neuron prasinaps.

Mekanisme kerja amphetamine berdasarkan dosis yang dikonsumsi :

1)      Dosis kecil

a)      Semua jenis amfetamin akan menaikkan tekanan darah, mempercepat denyut jantung, melebarkan bronkus, meningkatkan kewaspadaan, menimbulkan euphoria, menghilangkan kantuk, mudah terpacu, menghilangkan rasa lelah dan rasa lapar, meningkatkan aktivitas motorik, banyak bicara dan merasa kuat. Prestasi fisik misalnya pada atlet meningkat.

b)      Efek ini sangat bervariasi dan dapat terjadi hal-hal yang sebaliknya pada dosis berlebihan atau penggunaan berulang-ulang.

c)      Penggunaan lama Penggunaan lama atau dosis besar hamper selalu diikuti oleh depresi mental dan kelelahan fisik. Banyak orang yang pada pemberian amfetamin mengalami sakit kepala, palpitasi, rasa pusing, gangguan vasomotor, rasa khawatir, kacau piker, disforia, delirium atau rasa lelah.

2)      Dosis sedang amfetamin (20-50mg)

Menstimulasi pernapasan,menimbulkan tremor ringan, gelisah, meningkatkan aktivitas motorik, insomia, agitasi, mencegah lelah, menekan  nafsu makan, menghilangkan kantuk dan mengurangi tidur.

3)      Dosis amphetamine >50mg

Amphetamine yang masuk secara berlebih dapat langsung mengakibatkan kematian, gejala yanng ditimbulkan sebelum kematian adalah mengalami tremor berat, meningkatnya aktivitas motorik yang berlebih dan gangguan pernafasan yang hebat hingga nafas berhenti.

A. Farmaseutik

Fase farmaseutik meliputi hancurnya bentuk sediaan obat dan melarutnya bahan obat.

Fase farmakokinetik termasuk proses invasi dan proses eliminasi. Yang dimaksud invasi adalah proses-proses yangberlangsung pada pengambilan suatu bahan obat ke dalam tubuh (absorbsi dan distribusi) sednagkan eliminasi merupakan proses-proses yang menyebabkan penurunan konsentrasi obat dalam tubuh (biotransformasi dan ekskresi).

Fase farmaseutik :

Formulasi obat agar dapat memperoleh respon biologik yang optimum

Faktor-faktor formulasi yang dapat mempengaruhi efek obat dalam tubuh :

  1. derajat kehalusan serbuk zat aktif
  2. bentuk kristal zat aktif
  3. keadaan kimia obat (ester, garam, kompleks)
  4. zat tambahan yang digunakan
  5. alat dan keadaan fisik yang digunakan dalam membuat sediaan

Kerja obat tidak hanya tergantung pada sifat farmakodinamika bahan obat tetapi juga bergantung pada :

  1. bentuk sediaan dan bahan pembantu yang digunakan
  2. jenis dan tempat pemberian
  3. kecepatan absorbsi
  4. distribusi dalam tubuh
  5. ikatan dalam jaringan
  6. biotransformasi (metabolisme obat)
  7. kecepatan ekskresi

Pemilihan tempat pemberian, cara pemberian dan bentuk sediaan didasarkan pada :

  1. sifat fisika dan kimia bahan obat
  2. munculnya kerja dan lamanya kerja yang diinginkan
  3. tempat kerja obat yang seharusnya

B. Farmakokinetik

Pada fase farmakokinetika, obat mengalami proses ADME yaitu absorbsi, distribusi, biotrasformasi (metabolisme), dan ekskresi yang berjalan secara simultan langsung atau tak langsung meliputi perjalanan suatu obat melistasi sel membran.

Dalam diagram terlihat bahwa obat harus mengadakan penetrasi beberapa sawar sebelum tercapai konsentrasi pada letak kaki.

1) Absorbsi

Merupakan transfer  obat melintasi membran, ada tiga tipe membran badan yaitu :

  1. Membran kulit
  2. Membran epitel usus
  3. Membran sel tunggal

Dalam melintasi sel membran obat melakukan dengan dua cara, yaitu transfer pasif dan tranfer aktif khusus.

Pada transfer pasif membran tidak berperan aktif dalam obat melalui membran tersebut. Dan transfer pasif dibedakan :

  1. Filtrasi yaitu zat melaui pori – pori kecil dari membran, misalnya dinding kapiler.
  2. Difusi yaitu zat melarut dalam lapisan lemak dari membran sel.

Pada transfer aktif memerlukan energi. Pengangkutan dilakukan dengan mengikat obat zat hidofil (makro molekul atau ion) pada enzim spesifik (alat pengangkut, misalnya ATP). Setelah melintasi membran obat dilepas lagi. Zat yang diresorpsi dengan proses aktif ialah : glokusa, asam amino, asam lemak, Vit. A, B1, B2, B12, garam empedu, garam besi dan lain – lain.

Absorbsi dipengaruhi oleh faktor – faktor seperti :

  1. Kelarutan obat
  2. Kemampuan difusi melintasi sel membran,
  3. Konsentrasi obat,
  4. Sirkulasi pada letak absorbsi,
  5. Luar permukaann kontak obat,
  6. Bentuk obat,
  7. Rute pemakaian obat.

Kecepatan absorbsi tergantung pada :

1)      kecepatan pelepasan obat,

2)      bentuk sediaan obat,

3)      kelarutan obat dalam cairan badan

Kecepatan melarut dari berbagai bentuk sediaanmenurun dengan urutan berikut :

Larutan – suspensi – serbuk – kapsul – tablet – tablet salut selaput – tablet salut gula – tablet kerja panjang (sustained release).

2) Distribusi

Setelah obat diabsorbsi kedalam aliran darah untuk emcapai tepat pada letak dari aksi harus melalui membran sel. Distribusi obat dilakukan didalam susunan syaraf pusat dan melalui sawar darah – otak. Distribusi obat kedalam susunan syaraf pusaat mengikuti prinsip – prinsip sama seperti perjalanan obat melintasi sel membran lainnya. Sawar darah – otak merupakan istilah untuk menggambarkan secara kuantitatif perbedaan dalam permeabilitas pembuluh kapiler diotak dengan pembuluh darah lain dari badan. Letak sawar darah – otak adalah antara plasma dengan ruangan ekstra seluler dari otak.

Akumulasi obat dapat terjadi pada tempat penyimpanan tertentu yaitu :

  1. Ikatan pada protein plasma bersifat reversisbel di dalam darah dan jaringan lainnya.
  2. Penyimpanan dalam lemak merupakan penyimpanan kedua bagi obat.

Berdasarkan fungsinya, organisme (tubuh) di bagi dalam ruang distribusi yang berbeda yaitu :

  1. ruang intrasel
  2. ruang ekstrasel, meliputi : air plasma, ruang usus dan cairan transsel

Bergantung pada sifat fisiko-kimianya, berdasarkan distribusi ke dalam berbagai ruang distribusi, dibedakan 3 jenis obat :

  1. Obat yang hanya terdiatribusi dalam plasma
  2. Obat yang terdistribusi dalam plasma dan ruang ekstrasel
  3. Obat yang terdistribusi dalam ruang ekstrasel dan juga dalam ruang inrasel

Setelah diabsorbsi, obat akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase.

  1. Fase distribusi I : terjadi setelah diabsorbsi yaitu ke organ-organ yang perfusinya baik : jantung, hati, ginjal, otak
  2. Fase distribusi II : ke otot, kulit, jaringan lemak

3. Biotransformasi

Biotransformasi yaitu istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan metabolisme obat dibadan.

Setiap obat adalah merupakan zat asing bagi badan dan tidak diinginkan, oleh karena itu bbadan berusaha merombak zat tadi menjadi metabolit sekaligus bersifat hidrofil agar lebih lancar diekskresi melalui ginjal. Jadi reksi biotransformasi adalah merupakan peristiwa detoksikasi. Biotransformasi berlangsung terutama di hati, tetapi ada beberapa obat mengalami biotransformasi di dalam ginjal, plasma, dan selaput lendir di usus. Reaksi biotransformasi biasanya oksidasi, hidrolisa, dan konjugasi.

Reaksi biokimia yang terjadi pada metabolisme obat dibedakan menjadi 2 fase :

  1. Fase I, yang termasuk reaksi fase ini adalah oksidasi, reduksi dan hidrolisis. Reaksi fase I ini mengubah obat menjadi metabolit yang lebih polar, yang dapat bersifat inaktif, kurang aktif atau lebih aktif daripada bentuk aslinya.
  2. Reaksi fase II disebut juga reaksi sintetik, merupakan konyugasi obat atau metabolit hasil reaksi fase I dengan senyawa endogen misalnya asam glukoronat, sulfat, asetat atau asam amino. Hasil konjugasi ini bersifat lebih polar dan mudah terionisasi sehingga lebih mudah diekskresi. Metabolit hasil konjugasi biasanya tidak aktif.

Sebagian besar metabolisme obat terjadi di hati, dikatalisis oleh enzim mikrosom. Sistem enzim mikrosom untuk reaksi oksidasi disebut oksidase fungsi campur (mixed function oxidase) atau monooksigenase, sitokrom P-450.

Aktivitas enzim yang memetabolisir obat dalam mikrosom hati, struktur dan jumlah retikulum endoplasmik dan bahkan ukuran hati, kesemuanya dipengaruhi oleh penggunaan obat dan hormon, umur, jenis kelamin, status nutrisi, kondisi psikologis serta patologik pasien.

Disamping hati sebagai organ biotransformasi utama, obat dapat diubah pula di beberapa organ lain, misalnya paru-paru, ginjal, dinding usus, darah dan jaringan.

Contoh Obat yang Dimetabolisir Menjadi Metabolit yang In Aktif

Obat Metabolit
p-aminobenzoat

Sulfadiaszin

Aminopirin

p-amino hipurat

N-4- asetil sulfadiazin

4-aminoantipirin

Obat yang Dimetabolisir Menjadi Metabolit yang Lebih Aktif

Obat Metabolit
Kortison

Prednison

Fenasetin

Kloralhidrat

Primidon

Levodopa

Codein

Aspirin

Protonsil rubrum

Imipramin

Amphetamine

Kortisol

Prednisolon

Parasetamol

Trikloretanol

Fenobarbital

Dopamin

Morfin

Salisilat

Sulfanilamid

Desmetil imipramin

Methapetamine

Faktor – faktor yang mempengaruhi kecepatan metabolisme obat :

a. Konsentrasi Obat

Umumnya kecepatan biotransformasi obat bertambah bila konsentrasi obat meninggi. Hal ini berlaku sampai titik dimana konsentrasi menjadi sedemikian tinggi sehingga seluruh molekul enzim yang melakukan metabolisme berikatan terus menerus dengan obat dan tercapai kecepatan biotransformasi yang konstan.

b. Fungsi Hati

Pada gangguan fungsi hati, metabolsime dapat berlangsung lebih cepat atau lebih lambat, sehingga efek obat menjadi lebih lemah atau lebih kuat dari yang diharapkan

c. Usia

Pada bayi baru lahir (neonatus) belum semua enzim hati terbentuk, maka reaksi metabolisme obat lebih lambat (terutama pembentukan glukoronida antara lain untuk reaksi konjugasi dengan kloramfenikol, sulfonamida, diazepam, barbital, asetosal, petidin). Untuk menghindari keracunan maka pemakaian obat-obat ini untuk bayi sebaiknya dihindari, atau dikurangi dosisnya.

Pada orang usia lanjut banyak proses fisiologis telah mengalami kemunduran antara lain fungsi ginjal, enzim-enzim hati, jumlah albumin serum berkurang. Hal ini menyebabkan terhambatnya biotrnasformasi obat yang seringkali berakibat akumulasi atau keracunan.

d. Genetik

Ada orang orang yang tidak memiliki faktor genetika tertentu misalnya enzim untuk asetilasi sulfonamida atau INH, akibatnya metabolisme obat-obat ini lambat sekali.

e. Pemakaian Obat lain.

Banyak obat, terutama yang bersifat lipofil (larut lemak) dapat menstimulir pembentukan dan aktivitas enzim-enzim hati. Hal ini disebut induksi enzim. Sebaliknya dikenal pula obat yang menghambat atau menginaktifkan enzim hati disebut inhibisi enzim.

Obat-obat yang menginduksi enzim a.l : barbital, fenitoin, karbamazepin, fenilbutazon.

Disamping itu enzim juga dapat diinduksi oleh faktor lain seperti bahan-bahan penyegar dan makanan misalnya kofein dalam kopi, merokok atau makan sate yang dibakar di atas arang. Asap rokok dan arang mengandung benzo(a)piren, suatu zat karsinogenik dengan sifat menginduksi enzim.

f. Makanan

1. Protein

Protein dibutuhkan untuk sintesis enzim yang memetabolisisr obat, kekurangan protein dapat berakibat penurunan metabolisme obat sehingga obat lebih lama tinggal di dalam tubuh ( ekskresi lambat )

2. Lemak

Lemak dibutuhkan oleh enzim pemetabolisme obat sebagai komponen membran dan interaksi spesifik. Fosfatidilkolin diperlukan untuk metabolisme etilmorfin dan heksobarbital. Asam linoleat dan asam arakhidonat penting untuk mengendalikan metabolisme obat.

3. Karbohidrat

Efek karbohidrat terhadap metabolisme obat sedikit. Tetapi karbohidrat dapat menghambat metabolisme barbiturat sehingga waktu tidur lebih panjang. Kadar glukosa yang tinggi mengakibatkan kandungan sitokrom pemetabolisme obat turun.

4. Vitamin dan mineral.

Vitamin A dan vitamin C, Ca, Mg, meningkatkan metabolisme obat, sedangkan Fe, Iodium dapat menurunkan metabolisme obat.

1) Ekskresi

Ginjal merupakan organ yang penting untuk ekskresi obat. Obat diekskresikan dalam struktur tidak berubah atau sebbagai metabolit melalui ginjal dala urine. Obat yang diekskresikan bersama feses berasal dari :

  1. Obat yang tidak diabsorbsi dari penggunaan obat melalui oral.
  2. Obat yang diekskresikan melalui empedu dan tidak direabsorbsi dari usus.

Obat dapat diekskresikan melalui paru – paru, air ludah, keringat atattu dalam air susu. Obat dalam badan akan mengalami metabolisme dan ekskresi. Maka dalam penggunaan obat pada pasien perlu diperhatikan keadaan pasien yang fungsi hati atau ginjalnya tidak normal. Perlu diketahui apakah obat yang diberikan dapat dimetabolismekan atau tidak, rute ekskresinya dan sebagainya.

Pengeluaran obat dari tubuh melalui organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Ekskresi suatu obat dan atau metabolitnya menyebabkan penurunan konsentrasi zat berkhasiat dalam tubuh. Ekskresi dapat terjadi bergantung pada sifat fisikokimia (bobot molekul, harga pKa, kelarutan, tekanan gas) senyawa yang diekskresi, melalui

  1. ginjal (dengan urin)
  2. empedu dan usus (dengan feses) atau
  3. paru-paru (dengan udara ekspirasi)

Ekskresi melalui kulit dan turunannya tidak begitu penting. Sebaliknya pada ibu yang menyusui, eliminasi obat dan metabolitnya dalam ASI dapat menyebabkan intoksikasi yang membahayakan bayi.

Obat-obat yang Mempengaruhi Warna Faeces dan Urin

Warna faeces hitam/kehitaman

– Acetazolamida

– Alluminium hidroksida

– Aminophyllin

– Amphetamine

– Corticosteroid

– Ferro sulfat

– Garam bismut

– Garam besi

– Tetracyklin

– Theophyllin

Warna faeces biru/ kebiruan

– Chloramphenicol

– Methylen blue

Warna faecer hijau/ kehijauan

– Indometacin

– Medroksiprogesteron

Warna faeces kuning/ kuning-hijau

– Senna

Warna faeces orange – merah

– Phenazopiridin

– Rifampin

Warna faeces pink-merah

– Antikoagulan

– Aspirin

– Barium

– Heparin

– Oksiphenbutazon

– Phenylbutazon

– Tetrasiklin syrup

Warna urin hitam/coklat/gelap

– Cascara

– Chloroquine

– Garam besi

– Metronidazole

– Nitrofurantoin

– Quinine

– Senna

Warna urin biru

– Triamterene

Warna biru-hijau

– Amitriptyline

– Methylene blue

Warna urin orange/kuning

– Heparin

– Rifampin

– Phenazopyridine

Warna urin merah/pink

– Ibuprofen

– Phenytoin

– Phenylbutazone

  1. A. Farmakodinamik

Mempelajari hasil interaksi obat dengan tempat aksinya dalam sistem biologis dengan reseptornya.

Fase farmakodinamik merupakan interaksi obat dengan reseptor sehingga terjadi efek pengobatan dan juga proses-proses yang terlibat dimana akhir dari efek farmakologi terjadi.

Efek terapi

  1. Meniadakan penyebab penyakit
  2. Meniadakan gejala penyakit
  3. Menambah, mengganti zat yang lazim dibuat organ.

Larutan

BAB I

1.1  PENDAHULUAN

Jenis zat terlarut dan jenis pelarut akan mempengaruhi sifat larutan yang terbentuk. Dalam laporan ini akan diuraian lebih menitikberatkan pada zat terlarut dalam pelarut air, dan sifat larutannya.

Komponen dari larutan terdiri dari dua jenis, pelarut dan zat terlarut,  yang  dapat  dipertukarkan  tergantung  jumlahnya.  Pelarut merupakan komponen yang utama yang terdapat dalam jumlah yang banyak,  sedangkan  komponen  minornya  merupakan  zat  terlarut. Larutan  terbentuk  melalui  pencampuran  dua  atau  lebih  zat  murni yang  molekulnya  berinteraksi  langsung  dalam  keadaan  tercampur. Semua gas bersifat dapat bercampur dengan sesamanya, karena itu campuran  gas  adalah  larutan.  Fase larutan dapat berupa fase gas, cair atau fase padat bergantung pada sifat kedua komponen pembentuk larutan. Apabila fase larutan dan fase zat- zat pembentuknya sama, zat yang berada  dalam jumlah terbanyak umumnya disebut pelarut sedangkan zat lainnya sebagai zat terlarut-nya.

1.2   TUJUAN

  1. Dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai larutan.
  2. Mahasiswa dapat membedakan antara larutan dan kelarutan
  3. Menambah wawasan mahasiswa tentang berbagai macam jenis – jenis larutan yang ada sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari – hari.

1.3   MANFAAT

  1. Untuk memahami pengertian larutan dan kelarutan.
  2. Dapat membedakan antara larutan dan kelarutan.
  3. Dapat mengetahui dan memahami jenis-jenis larutan berdasarkan klasifikasinya.
  4. Untuk dapat mengetahui proses pembentukan larutan

BAB II

PEMBAHASAN

LARUTAN

2.1 PENGERTIAN LARUTAN

Kata larutan (solution) sering dijumpai. Larutan merupakan campuran homogen antar dua atau lebih zat berbeda jenis. Ada dua komponen utama pembentuk larutan, yaitu zat terlarut (solute), dan pelarut (solvent).

Air merupakan pelarut yang tidak asing lagi dalam kehidupan. Sifat – sifat air seperti mudah diperoleh, mudah digunakan, memiliki trayek cair yang panjang, dan kemampuannya untuk melarutkan berbagai zat adalah sifat – sifat yang tidak dimiliki oleh pelarut lain. Sifat ini menempatkan air sebagai pelarut universal. Kenyataan inilah yang mendorong banyaknya usaha pengkajian perilaku, perubahan sifat, dan analisis kimia zat sering dilakukan di dalam  medium air.

2.2 PROSES PEMBENTUKAN LARUTAN

Proses terjadinya suatu larutan dapat mengikuti salah satu mekanisme berikut:
(a) Zat terlarut bereaksi secara kimia dengan pelarut dan membentuk zat yang baru,
(b) Zat terlarut membentuk zat tersolvasi dengan pelarut,
(c) Terbentuknya larutan berdasarkan dispersi.

Reaksi kimia dengan pelarut dapat terjadi apabila ada interaksi antara  pelarut dan zat terlarut dengan pemutusan satu atau lebih ikatan kimia.

2.3 JENIS – JENIS LARUTAN

Larutan merupakan fase yang setiap hari ada disekitar kita. Suatu  sistem  homogen  yang  mengandung  dua  atau  lebih  zat  yang masing-masing komponennya tidak bisa dibedakan secara fisik disebut larutan,  sedangkan  suatu  sistem  yang  heterogen  disebut  campuran. Biasanya istilah larutan dianggap sebagai cairan yang mengandung zat terlarut,  misalnya  padatan  atau  gas  dengan  kata  lain  larutan  tidak hanya terbatas pada cairan saja. Komponen dari larutan terdiri dari dua jenis, pelarut dan zat terlarut,  yang  dapat  dipertukarkan  tergantung  jumlahnya.  Pelarut merupakan komponen yang utama yang terdapat dalam jumlah yang banyak,  sedangkan  komponen  minornya  merupakan  zat  terlarut. Larutan  terbentuk  melalui  pencampuran  dua  atau  lebih  zat  murni yang  molekulnya  berinteraksi  langsung  dalam  keadaan  tercampur. Semua gas bersifat dapat bercampur dengan sesamanya, karena itu campuran  gas  adalah  larutan.  Proses  pelarutan  dapat  diilustrasikan seperti Gambar di atas.

Bermacam-macam larutan dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat kelarutan, konsentrasi zat terlarut dan daya hantar listrik. Berikut kita bahas jenis larutan berdasarkan konsentrasi zat terlarut, kelarutan daya hantar larutan secara terpisah.

1. Konsentrasi Zat Terlarut

Dalam pembuatan larutan di laboratorium, kita kenal istilah “konsentrasi”. Bila larutan pekat berarti konsentrasinya tinggi, dan bila larutan encer berarti larutan tersebut mempunyai konsentrasi rendah. Larutan dengan konsentrasi tinggi berarti memerlukan lebih banyak zat terlarut daripada larutan dengan konsentrasi rendah.

2. Kelarutan

Pengertian Kelarutan

Kita sering melarutkan suatu bahan untuk beberapa keperluan. Kadang-kadang ada bahan yang sukar larut dan ada juga bahan yang mudah larut. Umumnya zat terlarut larut dalam pelarut tertentu dan temperatur tertentu. Misalnya, hanya 4,74 g kalium iodat, KIO3 yang larut dalam 100 g air pada 00C. Bila kita tambahkan 4,74 g KIO3 ke dalam air pada temperatur tersebut, terdapat kelebihan jumlah KIO3 yang tidak larut. Maka dapat kita katakan bahwa kelarutan KIO3 dalam air pada 00C adalah 4,74 g per 100 g air.

Dari uraian di atas, banyaknya zat terlarut maksimal yang dapat larut dalam jumlah tertentu pelarut pada temperatur konstan disebut kelarutan. Kelarutan suatu zat tergantung pada suhu, volume pelarut, dan ukuran zat terlarut. Suatu larutan dengan jumlah maksimum zat terlarut pada temperatur tertentu disebut larutan jenuh. Sebelum mencapai titik jenuh, disebut larutan tidak jenuh. Sedangkan suatu keadaan dengan zat terlarut lebih banyak dari pada pelarut, disebut larutan lewat jenuh. Jadi , larutan yang mengandung 2 g KIO3 dalam 100 g air pada 00C adalah larutan tidak jenuh.

Perhatikan uraian berikut. Pada 1000C, kelarutan KIO3 dalam air adalah 32,3 g per 100 g air. Jika larutan yang mengandung 32,3 g KIO3 dalam 100 g air pada 1000C tersebut, kita dinginkan pada 00c, ternyata hanya 4,74 g KIO3 yang masih dalam keadaan larut, dan 27,6 g KIO3 akan membentuk kristal dalam larutan. Proses ini disebut rekristalisasi. Terbentuknya kristal zat terlarut dalam larutan, dapat terjadi bila kita menambahkan sedikit zat terlarut padat pada larutan lewat jenuh. Pelarut yang sering digunakan adalah air. Hal ini disebabkan karena air merupakan zat yang mudah di dapat dan mempunyai kemampuan tinggi untuk melarutkan zat. Jika kita sedang memasak sayur, bermacammacam bumbu kita masukkan untuk mendapatkan rasa yang sedap. Rasa tersebut merupakan kombinasi rasa dari beberapa macam bumbu yang telah terlarut dalam air (kuah). Karena kemampuan yang tinggi dalam melarutkan zat, air dinamakan sebagai “pelarut universal”. Di dalam tubuh kita pun air melarutkan makanan sehingga mudah dicerna. Apakah semua zat melarut sama baiknya di dalam air?

dapat diungkapkan bahwa kelarutan berbagai macam zat dalam air tidak sama. Bandingkan kelarutan gula dan garam dalam air. Mana yang lebih mudah melarut? Mengapa kelarutan zat berbeda-beda? Faktor-faktor apa yang mempengaruhinya?  Selain suhu, faktor Larutan Asam dan Basa, faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah pengadukan.

Jenis Larutan Zat Penyusun
  1. Larutan Gas
Campuran antar gas atau antar uap (dalam semua perbandingan)
  1. Larutan Cair
Zat padat,zat cair,atau gas melarut ke dalam pelarut cair. Contoh: iod dalam alcohol; asam asetat dalam air; O2 dalam air;dst
  1. Larutan padat

a)      Gas terlarut dalam zat padat

b)      Zat cair terlarut dalam zat padat

c)      Zat padat terlarut dalam zat padat (disebut aliasi)

Gas H2 dalam logam palladium; gas N2 dalam logam titanium.

Raksa dalam logam emas (amalgam)

Seng dalam tembaga (disebut kuningan); karbon dalam besi (disebut baja); timah dalam tembaga (disebut perunggu); dan sebagainya.

Tabel 1.1 Jenis – Jenis Larutan

Jenis-jenis larutan lainnya antara lain:

  • Gas dalam gas – seluruh campuran gas
  • Gas dalam cairan – oksigen dalam air
  • Cairan dalam cairan – alkohol dalam air
  • Padatan dalam cairan – gula dalam air
  • Gas dalam padatan – hidrogen dalam paladium
  • Cairan dalam padatan – Hg dalam perak
  • Padatan dalam padatan – alloys

LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT

1. LARUTAN ELEKTROLIT

Berdasarkan kemampuan menghantarkan arus listrik (didasarkan  pada  daya  ionisasi),  larutan  dibagi  menjadi  dua,  yaitu larutan  elektrolit,  yang  terdiri  dari  elektrolit  kuat  dan  elektrolit lemah serta larutan non elektrolit. Larutan elektrolit adalah larutan yang  dapat  menghantarkan  arus  listrik,  sedangkan  larutan  non elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik.

Larutan Elektrolit Kuat

Larutan elektrolit kuat adalah larutan yang mempunyai daya hantar arus listrik, karena zat terlarut yang berada didalam pelarut (biasanya  air),  seluruhnya  dapat  berubah  menjadi  ion-ion  dengan harga derajat ionisasi adalah satu  (α  =  1). Yang tergolong elektrolit kuat adalah :

  • Asam kuat, antara lain: HCl, HClO3, HClO4, H2SO4, HNO3 dan lain-lain.
  • Basa  kuat,  yaitu  basa-basa  golongan  alkali  dan  alkali  tanah, antara lain : NaOH, KOH, Ca(OH)2, Mg(OH)2, Ba(OH)2 dan lain-lain.
  • Garam-garam  yang  mempunyai  kelarutan  tinggi,  antara  lain : NaCl, KCl, KI, Al2(SO4)3 dan lain-lain.

Larutan Elektrolit Lemah

Larutan   elektrolit   lemah   adalah   larutan   yang   mampu menghantarkan  arus  listrik  dengan  daya  yang  lemah,  dengan  harga derajat ionisasi lebih dari nol tetapi kurang dari satu (0 < α < 1). Yang tergolong elektrolit lemah adalah:

  • Asam  lemah,  antara  lain:  CH3COOH,  HCN,  H2CO3,  H2S  dan  lain-lain.
  • Basa lemah, antara lain: NH4OH, Ni(OH)2 dan lain-lain.
  • Garam-garam yang sukar larut, antara lain: AgCl, CaCrO4, PbI2 dan lain-lain.

2. Larutan non-elektrolit

Larutan   non-elektrolit   adalah   larutan   yang   tidak   dapat menghantarkan  arus  listrik,  hal  ini  disebabkan  karena  larutan tidak dapat menghasilkan ion-ion (tidak meng-ion). Yang termasuk dalam larutan non elektrolit antara lain :

  • Larutan urea
  • Larutan sukrosa
  • Larutan glukosa
  • Larutan alkohol dan lain-lain

LARUTAN PENYANGGA

Larutan penyangga adalah satu zat yang menahan perubahan pH ketika sejumlah kecil asam atau basa ditambahkan kedalamnya.

Larutan penyangga yang bersifat asam

Larutan penyangga yang bersifat asam adalah sesuatu yang memiliki pH kurang dari 7. Larutan penyangga yang bersifat asam biasanya terbuat dari asam lemah dan garammya – acapkali garam natrium.

Contoh yang biasa merupakan campuran asam etanoat dan natrium etanoat dalam larutan. Pada kasus ini, jika larutan mengandung konsentrasi molar yang sebanding antara asam dan garam, maka campuran tersebut akan memiliki pH 4.76. Ini bukan suatu masalah dalam hal konsentrasinya, sepanjang keduanya memiliki konsentrasi yang sama.

Anda dapat mengubah pH larutan penyangga dengan mengubah rasio asam terhadap garam, atau dengan memilih asam yang berbeda dan salah satu garamnya.

Larutan penyangga yang bersifat basa

larutan penyangga yang bersifat basa memiliki pH diatas 7. Larutan penyangga yang bersifat basa biasanya terbuat dari basa lemah dan garamnya.

Seringkali yang digunakan sebagai contoh adalah campuran larutan amonia dan larutan amonium klorida. Jika keduanya dalam keadaan perbandingan molar yang sebanding, larutan akan memiliki pH 9.25. Sekali lagi, hal itu bukanlah suatu masalah selama konsentrasi yang anda pilih keduanya sama.

Bagaimana cara larutan penyangga bekerja?

Larutan penyangga mengandung sesuatu yang akan menghilangkan ion hidrogen atau ion hidroksida yang mana anda mungkin menambahkannya – sebaliknya akan merubah pH. Larutan penyangga yang bersifat asam dan basa mencapai kondisi ini melalui cara yang berbeda.

3. SIFAT LARUTAN

Jenis zat terlarut dan jenis pelarut akan mempengaruhi sifat larutan yang terbentuk. Air merupakan pelarut yang tidak asing lagi dalam kehidupan. Sifat – sifat air seperti mudah diperoleh, mudah digunakan, memiliki trayek cair yang panjang, dan kemampuannya untuk melarutkan berbagai zat adalah sifat – sifat yang tidak dimiliki oleh pelarut lain. Sifat ini menempatkan air sebagai pelarut universal. Kenyataan inilah yang mendorong banyaknya usaha pengkajian perilaku, perubahan sifat, dan analisis kimia zat sering dilakukan di dalam medium air.

3.1 Proses  Melarut

Melarut dapat diartikan sebagai :

  1. Terdispersinya molekul – molekul zat terlarut di daqlam molekul – molekul air: misalnya gula dalam air, minyak dalam air, atau dalam hal lain CCl4 dalam benzen.
  2. Berinteraksinya molekul/ion zat terlarut dengan molekul – molekul air. Interaksi dengan air ini biasa disebut hidrasi (atau istilah umumnya disebut solvasi). Hal ini terjadi pada zat – zat terlarut yang bersifat polar atau bersifat ionis seperti HCl, NaCl, KCl, Na2SO4, dan sebagainya.

Contoh:

HCl(aq)–> H+(aq) +  Cl(aq)

  1. Bereaksinya zat terlarut dengan pelarut (air)

Contoh:

2 Na(s) + 2H2O(l)–> 2 Na(aq) + 2 OH(aq) +H2(g)

3.2 Kelarutan Zat

Hampis sebagian besar zat dapat melarut di dalam air; hanya ada yang mudah dan bahkan ada pula yang sukar atau sedikit sekali larut.

Kemampuan melarut suatu zat di dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu berbeda – beda antara satu dengan yang lainnya. “Jumlah maksimal zat terlarut dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu” inilah yang disebut dengan kelarutan zat itu. Pada umumnya turunnya suhu akan menurunkan kelarutan dari zat terlarutnya. Berbeda dengan gas – gas, kelarutan gas menurun dengan naiknya suhu di samping oleh pengaruh tekanan barometer di atas permukaan larutannya. Biasanya pernyataan kelarutan zat selalu disertai dengan kondisi suhunya atau bila tanpa ada nilai suhunya berarti kelarutannya dimaksudkan pada suhu kamar; sedangkan untuk gas – gas, kelarutannya sering disertai dengan kondisi suhu dan tekanan udara  permukaan (tekanan totalnya)

DAFTAR PUSTAKA

www.chem-is-try.org/php?cx=partner-pub-8468945037394161

Wikipedia (http://en.wikipedia.org/wiki/Chemical)

HAM,Mulyono Drs. M.Pd.2005.Membuat Reagen Kimia Di Laboratirium.Bandung : Bumi Aksara.

www.chem.bris.ac.uk/safety/chemicalhazards.htm

I. TUJUAN PERCOBAAN

  • Mengetahui dan memahami prinsip kerja alat polarimeter.
  • Menentukan putaran optik suatu zat.
  • Untuk meningkatkan kemampuan melakukan prosedur di laboratorium yang sederhana dengan baik dan efisien.
  • Untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan pengamatan, pengukuran, dan melakukan perhitungan yang tepat dan sistematis.
  • Mengetahui hubungan antara putaran spesifik dengan konsentrasi suatu zat serta panjang sel alat polarimeter dan juga sudut optiknya.

II. DASAR TEORI Polarimeter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur besarnya putaran optik yang dihasilkan oleh suatu zat yang bersifat optis aktif yang terdapat dalam larutan. Jadi polarimeter ini merupakan alat yang didesain khusus untuk mempolarisasi cahaya oleh suatu senyawa optis aktif. Senyawa optis aktif adalah senyawa yang dpat memutar bidang polarisasi, sedangkan yang dimaksud dengan polarisasi adalah pembatasan arah getaran (vibrasi) dalam sinar atau radiasi elektromagnetik yang lain. Untuk mengetahui besarnya polarisasi cahaya oleh suatu senyawa optis aktif, maka beesarnya perputaran itu bergantung pada beberapa faktor yakni : struktur molekul, temperatur, panjang gelombang, banyaknya molekul pada jalan cahaya, jenis zat, ketebalan, konsentrasi dan juga pelarut. Polarisasi bidang dilakukan dengan melewatkan cahaya biasa menembus sepasang kristal kalsit atau menembus suatu lensa polarisasi. Jika cahaya terpolarisasi-bidang dilewatkan suatu larutan yang mengandung suatu enantiomer tunggal maka bidang polarisasi itu diputar kekanan atau kekiri. Perputaran cahaya terpolarisasi-bidang ini disebut rotasi optis. Suatu senyawa yang memutar bidang polarisasi suatu senyawa terpolarisasi-bidang dikatakan bersifat aktif optis. Karena inilah maka enantimer-enantiomer kadang-kadang disebut isomer optis. Prinsip kerja alat polarimeter adalah sebagai berikut, sinar yang datang dari sumber cahaya (misalnya lampu natrium) akan dilewatkan melalui prisma terpolarisasi (polarizer), kemudian diteruskan ke sel yang berisi larutan. Dan akhirnya menuju prisma terpolarisasi kedua (analizer). Polarizer tidak dapat diputar-putar sedangkan analizer dapat diatur atau di putar sesuai keinginan. Bila polarizer dan analizer saling tegak lurus (bidang polarisasinya juga tega lurus), maka sinar tidak ada yang ditransmisikan melalui medium diantara prisma polarisasi. Pristiwa ini disebut tidak optis aktif. Jika zat yang bersifat optis aktif ditempatkan pada sel dan ditempatkan diantara prisma terpolarisasi maka sinar akan ditransmisikan. Putaran optik adalah sudut yang dilalui analizer ketika diputar dari posisi silang ke posisi baru yang intensitasnya semakin berkurang hingga nol. Untuk menentukan posisi yang tepat sulit dilakukan, karena itu digunakan apa yang disebut “setengah bayangan” (bayangan redup). Untuk mancapai kondisi ini, polarizer diatur sedemikian rupa, sehingga setengah bidang polarisasi membentuk sudut sekecil mungkin dengan setengah bidang polarisasi lainnya. Akibatnya memberikan pemadaman pada kedua sisi lain, sedangkan ditengah terang. Bila analyzer diputar terus setengah dari medan menjadi lebih terang dan yang lainnya redup. Posisi putaran diantara terjadinya pemadaman dan terang tersebut, adalah posisi yang tepat dimana pada saat itu intensitas kedua medan sama. Jika zat yang bersifat optis aktif ditempatkan diantara polarizer dan analizer maka bidang polarisasi akan berputar sehingga posisi menjadi berubah. Untuk mengembalikan ke posisi semula, analizer dapat diputar sebesar sudut putaran dari sampel. Sudut putar jenis ialah besarnya perputaran oleh 1,00 gram zat dalam 1,00 mL larutan yang barada dalam tabung dengan panjang jalan cahaya 1,00 dm, pada temperatur dan panjang gelombang tertentu. Panjang gelombang yang lazim digunakan ialah 589,3 nm, dimana 1 nm = 10-9m. Sudut putar jenis untuk suatu senyawa (misalnya pada 25o C) Macam macam polarisasi antara lain, polarisasi dengan absorpsi selektif, polarisasi akibat pemantulan, dan polarisasi akibat pembiasan ganda.

  1. Polarisasi dengan absorpsi selektif, dengan menggunakan bahan yang akan melewatkan (meneruskan) gelombang yang vektor medan listriknya sejajar dengan arah tertentu dan menyerap hampir semua arah polarisasi yang lain.
  2. Polarisasi akibat pemantulan, yaitu jika berkas cahaya tak terpolarisasi dipantulkan oleh suatu permukaan, berkas cahya terpanyul dapat berupa cahaya tak terpolarisasi, terpolarisasi sebagian, atau bahkan terpolarisasi sempurna.

3. Polarisasi akibat pembiasan ganda, yaitu dimana cahaya yang melintasi medium isotropik (misalnya air). Mempunyai kecepatan rambat sama kesegala arah. Sifat bahan isotropik yang demikian dinyatakan oleh indeks biasnya yang berharga tunggal untuk panjang gelombang tertentu.  Pada kristal – kristal tertentu misalnya kalsit dan kuartz, kecepatan cahaya didalamnya tidak sama kesegala arah. Bahan yang demikian disebut bahan anisotropik ( tidak isotropik). Sifat anisotropik ini dinyatakan dengan indeks bias ganda untuk panjang gelombang tertentu. Sehingga bahan anisotropik juga disebut bahan pembias ganda.

Dalam praktikum tentang polarimeter ini sering digunakan zat glukosa sebagai sampelnya. Dimana senyawa ini mempunyai struktur cincin dan mempunyai bentuk dengan sifat berbeda. Jika D-glukosa dikristalkan dari air maka dihasilkan bentuk yang disebut dengan α-D-glukosa yang rotasi spesifiknya adalah [α]= +112,2o. Jika D-glukosa dikristalkan dari piridin maka dihasilkan β-D-glukosa dengan [α]= +18,7o. Jika α-D-glukosa dilarutkan dalam air maka rotasi spesifiknya secara perlahan-lahan berubah sesuai dengan waktu dan mencapai nilai stabil pada 52,7o. Jika β-D-glukosa diperlakukan sama, maka rotasinya akan sama. Perubahan ini disebut mutarotasi karena pembentukan α-D-glukosa atau β-D-glukosa pada suatu campuran berkesetimbangan yang mengandung kira-kira sepertiga α-D-glukosa dan dua per tiga β-D-glukosa dan sejumlah kecil senyawa berantai lurus pada suhu 25oC. Jadi isomer α dan  β dari D-glukosa bersifat dapat saling bertukar di dalam larutan. I. ALAT DAN BAHAN

  • Alat-alat yang digunakan:

–       Polarimeter –       Pipet tetes

  • Bahan-bahan yang digunakan:

–       Aquades –       Zat A (Sukrosa 5%) –       Zat B (Glukosa 5%) II. CARA KERJA

  1. Sel polarimeter di bilas berkali-kali dengan aquades. Kemudian aquades dimasukkan ke dalam sel polarimeter hingga penuh dan tidak ada gelembung udara yang masuk. Kemudian sel polarimeter tersebut dimasukkan ke dalam polarimeter. Dan diukur besar putarannya yaitu sampai terlihat bayangan redup. Sehingga didapatkan putaran dari aquades yang selanjutnya dijadikan titik nol bagi pengukuran selanjutnya.

2. Kemudian kosongkan sel polarimeter dan bilas berkali-kali                 dengan larutan sampel. Kemudian ukur putaran optiknya.

I. PENDAHULUAN

1.1  Tujuan Percobaan

–   Membuat kurva kelarutan suatu zat cairan yang terdapat dalam campuran dua cairan tertentu.

–   Mengetahui jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen.

1.2  Latar Belakang

Sistem adalah suatu zat yang dapat diisolasikan dari zat – zat lain dalam suatu bejana inert, yang menjadi pusat perhatian dalam mengamati pengaruh perubahan temperature, tekanan serta konsentrasi zat tersebut. Sedangkan komponen adalah yang ada dalam sistem, seperti zat terlarut dan pelarut dalam senyawa biner. Banyaknya komponen dalam sistem C adalah jumlah minimum spesies bebas yang diperlukan untuk menentukan komposisi semua fase yang ada dalam sistem. Definisi ini mudah diberlakukan jika spesies yang ada dalam sistem tidak bereaksi sehingga kita dapat menghitung banyaknya.

Fasa merupakan keadaan materi yang seragam di seluruh bagiannya, tidak hanya dalam komposisi kimianya tetapi juga dalam keadaan fisiknya. Contohnya: dalam sistem terdapat fasa padat, fasa cair dan fasa gas. Banyaknya fasa dalam sistem diberi notasi P. Gas atau campuran gas adalah fasa tunggal ; Kristal adalah fasa tunggal dan dua cairan yang dapat bercampur secara total membentuk fasa tunggal. Campuran dua logam adalah sistem dua fasa (P=2), jika logam – logam itu tidak dapat bercampur, tetapi merupakan sistem satu fasa (P=1), jika logam-logamnya dapat dicampur.

Pada perhitungan dalam keseluruhan termodinamika kimia, J.W Gibbs menarik kesimpulan tentang aturan fasa yang dikenal dengan Hukum Fasa Gibbs, jumlah terkecil perubahan bebas yang diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada kesetimbangan diungkapkan sebagai:

V = C – P + 2

Dengan :

V = jumlah derajat kebebasan

C = jumlah komponen

P = jumlah fasa

Kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu, tekanan, dan komposisi sistem. Jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap dapat dinyatakan sebagai :

V = 3 – P

Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa maka V = 2 berarti untuk menyatakan suatu sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua komponennya. Sedangkan bila dalam sistem terdapat dua fasa dalam kesetimbangan, V = 1; berarti hanya satu komponen yang harus ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi komponen yang lain sudah tertentu berdasarkan diagram fasa untuk diagram fasa untuk sistem tersebut. Oleh karena itu sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap punya derajat kebebasan maksimum = 2 (jumlah fasa minimum = 1), maka diagram fasa sistem ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga tersebut menggambarkan suatu komponen murni.

Cara terbaik untuk menggambarkan sistem tiga komponen adalah dengan mendapatkan suatu kertas grafik segitiga. Konsentrasi dapat dinyatakan dengan istilah persen berat atau fraksi mol. Fraksi mol tiga komponen dari sistem terner (C = 3) sesuai dengan: XA + XB + XC = 1. Diagram fasa yang digambarkan segitiga sama sisi, menjamin dipenuhinya sifat ini secara otomatis, sebab jumlah jarak ke sebuah titik di dalam segitiga sama sisi yang diukur sejajar denga sisi-sisinya sama dengan panjang sisi segitiga itu, yang dapat diambil sebagai satuan panjang. Puncak – puncak dihubungi ke titik tengah dari sisi yang berlawanan yaitu : Aa, Bb, Cc. Titik nol mulai dari titik a,b,c dan A,B,C menyatakan komposisi adalah 100% atau 1, jadi garis Aa, Bb, Cc merupakan konsentrasi A,B,C  merupakan konsentrasi A,B,C.

Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen bergantung pada daya saing larut antara zat cair tersebut dan suhu percobaan. Apabila pada suhu dan tekanan yang tetap digunakan kurva bimodal untuk menentukan kelarutan C dalam berbagai komposisi A dan B. Pada daerah di dalam kurva merupakan daerah dua fasa, sedangkan yang di luarnya adalah daerah satu fasa. Untuk menentukan kurva bimodal yaitu dengan menambahkan zat B ke dalam campuran A dan C.

II. ALAT DAN BAHAN

1.1  Alat – alat:

  1. Labu bertutup 100 ml
  2. Labu erlemeyer 250 ml
  3. Buret
  4. Neraca
  5. Statif dan klem
  6. Corong plastic

1.2  Bahan – bahan :

  1. Asam asetat 100 ml
  2. Aquadest
  3. CCl4 100 m

III. CARA KERJA

1. Di dalam erlemeyer yang bersih dan kering serta bertutup, dibuat lima macam cairan A dan C yang saling larut dengan komposisi sebagai berikut:

Labu          1          2          3          4          5

ml A          1          3          5          7          9

ml B          9          7          5          3          1

Semua pengukuran volume dilakukan dengan buret. Tiap labu kosong ditimbang terlebih dahulu. Kemudian ditambahkan cairan A dan ditimbanglagi, kemudian ditambahkan cairan C dan ditimbang sekali lagi. Dengan demikian massa cairan A dan C diketahui untuk setiap labu.

2. Setiap campuran dititrasi dalam labu 1-5 zat B sampai tepat timbul kekeruhan dan dicatat jumlah volume zat B yang digunakan. Titrasi dilakukan dengan perlahan-lahan. Setiap labu ditimbang sekali lagi untuk menentukan massa cairan B dalam labu.

3.Tahap 1 dan 2 diulang lagi dengan menggunakan cairan B dan C dengan penambahan cairan A.

4.Suhu kamar sebelum dan sesudah percobaan dicatat.

VI.   DATA PENGAMATAN

Percobaan 1 ( Aquades sebagai titran ) suhu 320C

Data ke- Erlenmeyer kosong + tutup      ( gr ) Erlenmeyer + zat A ( gr ) Erlenmeyer + zat A + zat C ( gr ) Erlenmeyer + zat A + zat C + zat B
Titrasi Massa ( mL )
I 131,44 134,42 134,42 2,55 146,21
II 135,46 140,35 140,35 1,10 149,01
III 117,12 125,20 125,20 0,60 130,63
IV 114,74 126,24 126,24 0,50 129,86
V 154,92 169,14 169,14 2,40 172,70

Percobaan 2 ( CCl4 sebagai titran ) suhu 300C

Data ke- Erlenmeyer kosong + tutup      ( gr ) Erlenmeyer + zat B ( gr ) Erlenmeyer + zat B + zat C ( gr ) Erlenmeyer + zat B + zat C + zat A
Titrasi Massa ( mL )
I 131,44 133,75 143,16 2,70 147,01
II 135,46 138,97 146,32 1,20 147,74
III 117,12 123,25 128,21 0,25 128,88
IV 114,74 123,01 126,11 0,55 126,88
V 154,92 164,45 165,46 1,50 165,81

Ket :

Zat A = CCl4

Zat B = Aquadest

Zat C = Asam Asetat

  1. V. PERHITUNGAN

Diketahui :

nA, MA, XA untuk CCl4

nB, MB, XB untuk Aquadest

nC, MC, XC untuk  Asam Asetat

Percobaan 1

Untuk campuran A : C

MA = ( massa Erlenmeyer + zat A ) – ( massa Erlenmeyer kosong + tutup )

=  134,42 – 131,44

=  2,98 gram

MC = ( massa Erlenmeyer + zat A + zat C ) – ( massa Erlenmeyer + zat C )

=  143,83 – 134,42

= 9,41 gram

MB = ( massa setelah titrasi – ( massa Erlenmeyer + zat A + zat C )

=  146,21 – 143,83

=  2,38 gram

Dengan cara yang sama, diperoleh  data sebagai berikut :

Erlenmeyer Perbandingan A : C Massa A ( gr ) Massa C ( gr ) Massa B ( gr )
1 1 : 9 2,98 9,41 2,38
2 3 : 7 4,89 7,56 1,10
3 5 : 5 8,08 5,04 0,39
4 7 : 3 11,50 3,28 0,34
5 9 : ! 14,22 1,14 2,42

Mol untuk masing – masing cairan dalam campuran Erlenmeyer

  • Untuk Erlenmeyer 1 ( A : C = 1 : 9 )
Erlenmeyer Perbandingan A : C nA (mol ) nB ( mol ) nC ( mol ) nA + nB + nC
1 1 : 9 0,02 0,13 0,16 0, 31
2 3 : 7 0,03 0,06 0,13 0,22
3 5 : 5 0,05 0,022 0,084 0,156
4 7 : 3 0,075 1,019 0,055 0,149
5 9 :1 0,09 0,13 0,019 0,239

Fraksi mol d Erlenmeyer  ( pelarut A : C = 1 : 9 )

Erlenmeyer Perbandingan A : C XA ( % ) XB ( % ) XC ( %)
1 1 : 9 6,45 41,90 51,65
2 3 : 7 13,64 27,30 59,06
3 5 : 5 32,05 14,10 53,85
4 7 : 3 50,34 12,75 36,91
5 9 : 1 37,66 54,39 7,95

Percobaan 2

Diketahui :

nA, MA, XA untuk CCl4

nB, MB, XB untuk Aquadest

nC, MC, XC untuk  Asam Asetat

Untuk campuran B : C

MB = ( massa Erlenmeyer kosong + tutup + zat B )  – ( massa Erlenmeyer)

=  133,75– 131,44

=  2,31 gram

MC = ( massa Erlenmeyer + zat B + zat C ) – ( massa Erlenmeyer + zat B )

=  143,83 – 133,75

= 9,41 gram

MA = ( massa setelah titrasi) – ( massa Erlenmeyer + zat B + zat C )

=  147,01 – 143,16

=  3,85 gram

Dengan cara yang sama, diperoleh  data sebagai berikut :

Erlenmeyer Perbandingan B : C Massa B ( gr ) Massa C ( gr ) Massa A ( gr )
1 1 : 9 2,31 9,41 3,85
2 3 : 7 3,51 7,35 1,42
3 5 : 5 6,13 4,96 0,59
4 7 : 3 8,27 3,10 0,77
5 9 : ! 9,53 1,01 0,35

Mol untuk masing – masing cairan dalam campuran Erlenmeyer

Erlenmeyer Perbandingan B : C nA (mol ) nB ( mol ) nC ( mol ) nA + nB + nC
1 1 : 9 0,0250 0,128 0,157 0, 3100
2 3 : 7 0,0092 0,195 0,123 0,3272
3 5 : 5 0,0038 0,341 0,083 0,4278
4 7 : 3 0,0050 0,459 0,052 0,5160
5 9 :1 0,0023 0,529 0,017 0,5483
Erlenmeyer Perbandingan A : C XA ( % ) XB ( % ) XC ( %)
1 1 : 9 8,06 41,29 50,65
2 3 : 7 2,81 59.60 37,59
3 5 : 5 0,89 79,71 19,40
4 7 : 3 0,97 88,95 10,08
5 9 : 1 0,42 96,48 3,10

Read the rest of this entry »