1. Sejarah Amphetamine
Amphetamine pertama kali disintesiskan di Jerman pada tahun 1887, tetapi kemungkinan kandungan nilai pengobatannya tidak diselidiki sampai tahun 1972. Produk obat/medis pertama yang mengandung amphetamine, Benzedrine inhaler/obat hirup, dipasarkan tahun 1932 untuk memperlebar jalan tenggorokan dan membantu penderita asma bernapas. Tidak lama setelah produk ini diperkenalkan, pemakai menemukan bahwa bukan saja melebarkan jalan tenggorokan; produk ini juga menghilangkan keletihan, meningkatkan mutu energi, mengurangi perlunya tidur, dan menekan nafsu makan. Di Amerika Serikat, penyalahgunaan inhaler/obat hirup mengandung amphetamine hampir secara serentak dimulai dan terus dilakukan sampai saat penjualan lepas dilarang pada tahun 1959.
Tahun 1937, amphetamine juga tersedia dalam bentuk tablet dan digunakan secara luas selama Perang Dunia II oleh Jepang, Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman. Karena meningkatnya penyalahgunaan obat ini, Amerika Serikat mengatur amphetamine sebagai obat dengan resep pada tahun 1951. Akan tetapi, penggunaan medis amphetamine terus meningkat selama tahun 1950-an, karena obat ini secara rutin ditentukan sebagai anti-depresi dan penolong diet. Meskipun penyalahgunaan amphetamine menurun ditahun 1970-an dan 1980-an, penyalahgunaan amphetamine yang diproduksi secara gelap secara dramatis meningkat ditahun 1990-an hingga saat ini.
2. Definisi Amphetamine
Amphetamine adalah sejenis obat-obatan yang biasanya berbentuk pil, kapsul dan serbuk yang dapat memberikan rangsangan bagi perasaaan manusia. Salah satu jenis amphetamine, yakni methamphetamine, sering menjadi terikat secara mental kepada obat-obatan ini. Tingkah laku yang kasar dan tak terduga, merupakan hal biasa bagi pemakai kronis. Jika kamu menggunakan amphetamine, maka amphetamine ini akan merangsang tubuhmu melampaui batas maksimum dari kekuatan fisikmu. Dan kamu akan tetap merasa sangat aktif walaupun sebenarnya tubuhmu sudah sangat lelah. Apabila tubuhmu tidak dapat lagi menanggung beban ini, maka kamu dapat jatuh pingsan dan dapat mati karena kelelahan. Jika kamu menggunakan amphetamine ini, maka hidupmu akan berakhir dalam suatu dunia yang sepi, terpisah dari orang lain, sering melihat dan melihat hal yang aneh-aneh, dan hubunganmu dengan keluarga dan teman-teman akan menjadi rusak. Akibat-akibat lainnya jika kamu menggunakan obat-obatan ini adalah : penurunan berat badan, ketakutan, kelihatan seperti kurang tidur, tekanan darah tinggi, denyut nadi yang tidak beraturan, paranoia yang mendalam, pingsan karena kelelahan yang amat sangat. Amphetamine dikenal juga dengan sebutan metaphetamine. Jenis-jenisnya adalah ekstasi, speed, whiz, dll. Jenis-jenis metamphetamine adalah : ice, shabu-shabu, dll.
3. Pendapat Para Ahli
Menurut Prof Philips Alston, ahli dari New York University School of Law yang diajukan pemohon, menyatakan hukuman mati telah ditolak Dewan HAM PBB. Namun, Dewan HAM PBB menyatakan harus ada perlindungan bagi mereka yang menjalani hukuman mati. Perlindungan itu harus memuat ketentuan di mana tidak ada perbuatan pidana yang menyebabkan kematian atau perbuatan kasar lainnya.
Sementara menurut Prof JE Sahetapy, ahli dari pemohon, hukuman mati sangat bertentangan dengan Pancasila. “Saya tetap berkeyakinan hukuman mati tidak memberantas peredaran narkotika.” Sahetapy mengingatkan bahwa konstitusi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kultur Indonesia. Karena itu hukuman seumur hidup tanpa remisi jauh lebih baik daripada hukuman mati.
Sedangkan Henry Yosodiningrat, ahli dari pemerintah, menyatakan kejahatan narkotika termasuk dalam katagori serious crime. Hak untuk hidup tidak bersifat mutlak karena ada pengecualian bagi serious crime. Yang dimaksud serious crime itu, kata Henry , tergantung kebutuhan dan interpetasi tiap-tiap negara. “Jika 40 orang meninggal setiap hari dan negara dirugikan Rp 262 triliun per tahun karena narkoba, apa itu tidak serius?” kata Henry. Menurut Henry, ancaman hukuman mati hanya berlaku bagi orang-orang yang terlibat kejahatan narkotika secara terorganisasi. Pemakai narkoba tidak diancam hukuman mati karena hanya korban dari sindikat narkotika internasional. “Yang berhak mendapatkan adalah pengedar, bukan pengguna.”
Sedangkan Brigjen Pol (Purn) Jane Mandagi, ahli dari Badan Narkotika Nasional, menyatakan hukuman mati diberlakukan untuk memberikan efek jera kepada sindikat narkotika dan untuk memutus indikasi pembalasan atau rasa tidak terima dari korban sindikat internasional.
4. Mekanisme Kerja Amphetamine
Kerja suatu obat merupakan hasil dari banyak sekali proses yang umumnya didasari suatu rangkaian reaksi yang dibagi dalam tiga fase yaitu :
- fase farmaseutik,
- fase farmakokinetika dan
- fase farmakodinamika.
Mekanisme kerja amphetamine dalam tubuh sebagai berikut :
1) Menyebabkan pelepasan norepinefrin, dopamine dan serotonin dari neuron pra sinaps.
2) Menghambat re-uptake norepinefrin dan dopamin.
3) Menghambat sistem MAO pada neuron prasinaps.
Mekanisme kerja amphetamine berdasarkan dosis yang dikonsumsi :
1) Dosis kecil
a) Semua jenis amfetamin akan menaikkan tekanan darah, mempercepat denyut jantung, melebarkan bronkus, meningkatkan kewaspadaan, menimbulkan euphoria, menghilangkan kantuk, mudah terpacu, menghilangkan rasa lelah dan rasa lapar, meningkatkan aktivitas motorik, banyak bicara dan merasa kuat. Prestasi fisik misalnya pada atlet meningkat.
b) Efek ini sangat bervariasi dan dapat terjadi hal-hal yang sebaliknya pada dosis berlebihan atau penggunaan berulang-ulang.
c) Penggunaan lama Penggunaan lama atau dosis besar hamper selalu diikuti oleh depresi mental dan kelelahan fisik. Banyak orang yang pada pemberian amfetamin mengalami sakit kepala, palpitasi, rasa pusing, gangguan vasomotor, rasa khawatir, kacau piker, disforia, delirium atau rasa lelah.
2) Dosis sedang amfetamin (20-50mg)
Menstimulasi pernapasan,menimbulkan tremor ringan, gelisah, meningkatkan aktivitas motorik, insomia, agitasi, mencegah lelah, menekan nafsu makan, menghilangkan kantuk dan mengurangi tidur.
3) Dosis amphetamine >50mg
Amphetamine yang masuk secara berlebih dapat langsung mengakibatkan kematian, gejala yanng ditimbulkan sebelum kematian adalah mengalami tremor berat, meningkatnya aktivitas motorik yang berlebih dan gangguan pernafasan yang hebat hingga nafas berhenti.
A. Farmaseutik
Fase farmaseutik meliputi hancurnya bentuk sediaan obat dan melarutnya bahan obat.
Fase farmakokinetik termasuk proses invasi dan proses eliminasi. Yang dimaksud invasi adalah proses-proses yangberlangsung pada pengambilan suatu bahan obat ke dalam tubuh (absorbsi dan distribusi) sednagkan eliminasi merupakan proses-proses yang menyebabkan penurunan konsentrasi obat dalam tubuh (biotransformasi dan ekskresi).
Fase farmaseutik :
Formulasi obat agar dapat memperoleh respon biologik yang optimum
Faktor-faktor formulasi yang dapat mempengaruhi efek obat dalam tubuh :
- derajat kehalusan serbuk zat aktif
- bentuk kristal zat aktif
- keadaan kimia obat (ester, garam, kompleks)
- zat tambahan yang digunakan
- alat dan keadaan fisik yang digunakan dalam membuat sediaan
Kerja obat tidak hanya tergantung pada sifat farmakodinamika bahan obat tetapi juga bergantung pada :
- bentuk sediaan dan bahan pembantu yang digunakan
- jenis dan tempat pemberian
- kecepatan absorbsi
- distribusi dalam tubuh
- ikatan dalam jaringan
- biotransformasi (metabolisme obat)
- kecepatan ekskresi
Pemilihan tempat pemberian, cara pemberian dan bentuk sediaan didasarkan pada :
- sifat fisika dan kimia bahan obat
- munculnya kerja dan lamanya kerja yang diinginkan
- tempat kerja obat yang seharusnya
B. Farmakokinetik
Pada fase farmakokinetika, obat mengalami proses ADME yaitu absorbsi, distribusi, biotrasformasi (metabolisme), dan ekskresi yang berjalan secara simultan langsung atau tak langsung meliputi perjalanan suatu obat melistasi sel membran.
Dalam diagram terlihat bahwa obat harus mengadakan penetrasi beberapa sawar sebelum tercapai konsentrasi pada letak kaki.
1) Absorbsi
Merupakan transfer obat melintasi membran, ada tiga tipe membran badan yaitu :
- Membran kulit
- Membran epitel usus
- Membran sel tunggal
Dalam melintasi sel membran obat melakukan dengan dua cara, yaitu transfer pasif dan tranfer aktif khusus.
Pada transfer pasif membran tidak berperan aktif dalam obat melalui membran tersebut. Dan transfer pasif dibedakan :
- Filtrasi yaitu zat melaui pori – pori kecil dari membran, misalnya dinding kapiler.
- Difusi yaitu zat melarut dalam lapisan lemak dari membran sel.
Pada transfer aktif memerlukan energi. Pengangkutan dilakukan dengan mengikat obat zat hidofil (makro molekul atau ion) pada enzim spesifik (alat pengangkut, misalnya ATP). Setelah melintasi membran obat dilepas lagi. Zat yang diresorpsi dengan proses aktif ialah : glokusa, asam amino, asam lemak, Vit. A, B1, B2, B12, garam empedu, garam besi dan lain – lain.
Absorbsi dipengaruhi oleh faktor – faktor seperti :
- Kelarutan obat
- Kemampuan difusi melintasi sel membran,
- Konsentrasi obat,
- Sirkulasi pada letak absorbsi,
- Luar permukaann kontak obat,
- Bentuk obat,
- Rute pemakaian obat.
Kecepatan absorbsi tergantung pada :
1) kecepatan pelepasan obat,
2) bentuk sediaan obat,
3) kelarutan obat dalam cairan badan
Kecepatan melarut dari berbagai bentuk sediaanmenurun dengan urutan berikut :
Larutan – suspensi – serbuk – kapsul – tablet – tablet salut selaput – tablet salut gula – tablet kerja panjang (sustained release).
2) Distribusi
Setelah obat diabsorbsi kedalam aliran darah untuk emcapai tepat pada letak dari aksi harus melalui membran sel. Distribusi obat dilakukan didalam susunan syaraf pusat dan melalui sawar darah – otak. Distribusi obat kedalam susunan syaraf pusaat mengikuti prinsip – prinsip sama seperti perjalanan obat melintasi sel membran lainnya. Sawar darah – otak merupakan istilah untuk menggambarkan secara kuantitatif perbedaan dalam permeabilitas pembuluh kapiler diotak dengan pembuluh darah lain dari badan. Letak sawar darah – otak adalah antara plasma dengan ruangan ekstra seluler dari otak.
Akumulasi obat dapat terjadi pada tempat penyimpanan tertentu yaitu :
- Ikatan pada protein plasma bersifat reversisbel di dalam darah dan jaringan lainnya.
- Penyimpanan dalam lemak merupakan penyimpanan kedua bagi obat.
Berdasarkan fungsinya, organisme (tubuh) di bagi dalam ruang distribusi yang berbeda yaitu :
- ruang intrasel
- ruang ekstrasel, meliputi : air plasma, ruang usus dan cairan transsel
Bergantung pada sifat fisiko-kimianya, berdasarkan distribusi ke dalam berbagai ruang distribusi, dibedakan 3 jenis obat :
- Obat yang hanya terdiatribusi dalam plasma
- Obat yang terdistribusi dalam plasma dan ruang ekstrasel
- Obat yang terdistribusi dalam ruang ekstrasel dan juga dalam ruang inrasel
Setelah diabsorbsi, obat akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase.
- Fase distribusi I : terjadi setelah diabsorbsi yaitu ke organ-organ yang perfusinya baik : jantung, hati, ginjal, otak
- Fase distribusi II : ke otot, kulit, jaringan lemak
3. Biotransformasi
Biotransformasi yaitu istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan metabolisme obat dibadan.
Setiap obat adalah merupakan zat asing bagi badan dan tidak diinginkan, oleh karena itu bbadan berusaha merombak zat tadi menjadi metabolit sekaligus bersifat hidrofil agar lebih lancar diekskresi melalui ginjal. Jadi reksi biotransformasi adalah merupakan peristiwa detoksikasi. Biotransformasi berlangsung terutama di hati, tetapi ada beberapa obat mengalami biotransformasi di dalam ginjal, plasma, dan selaput lendir di usus. Reaksi biotransformasi biasanya oksidasi, hidrolisa, dan konjugasi.
Reaksi biokimia yang terjadi pada metabolisme obat dibedakan menjadi 2 fase :
- Fase I, yang termasuk reaksi fase ini adalah oksidasi, reduksi dan hidrolisis. Reaksi fase I ini mengubah obat menjadi metabolit yang lebih polar, yang dapat bersifat inaktif, kurang aktif atau lebih aktif daripada bentuk aslinya.
- Reaksi fase II disebut juga reaksi sintetik, merupakan konyugasi obat atau metabolit hasil reaksi fase I dengan senyawa endogen misalnya asam glukoronat, sulfat, asetat atau asam amino. Hasil konjugasi ini bersifat lebih polar dan mudah terionisasi sehingga lebih mudah diekskresi. Metabolit hasil konjugasi biasanya tidak aktif.
Sebagian besar metabolisme obat terjadi di hati, dikatalisis oleh enzim mikrosom. Sistem enzim mikrosom untuk reaksi oksidasi disebut oksidase fungsi campur (mixed function oxidase) atau monooksigenase, sitokrom P-450.
Aktivitas enzim yang memetabolisir obat dalam mikrosom hati, struktur dan jumlah retikulum endoplasmik dan bahkan ukuran hati, kesemuanya dipengaruhi oleh penggunaan obat dan hormon, umur, jenis kelamin, status nutrisi, kondisi psikologis serta patologik pasien.
Disamping hati sebagai organ biotransformasi utama, obat dapat diubah pula di beberapa organ lain, misalnya paru-paru, ginjal, dinding usus, darah dan jaringan.
Contoh Obat yang Dimetabolisir Menjadi Metabolit yang In Aktif
Obat |
Metabolit |
p-aminobenzoat
Sulfadiaszin
Aminopirin |
p-amino hipurat
N-4- asetil sulfadiazin
4-aminoantipirin |
Obat yang Dimetabolisir Menjadi Metabolit yang Lebih Aktif
Obat |
Metabolit |
Kortison
Prednison
Fenasetin
Kloralhidrat
Primidon
Levodopa
Codein
Aspirin
Protonsil rubrum
Imipramin
Amphetamine |
Kortisol
Prednisolon
Parasetamol
Trikloretanol
Fenobarbital
Dopamin
Morfin
Salisilat
Sulfanilamid
Desmetil imipramin
Methapetamine |
Faktor – faktor yang mempengaruhi kecepatan metabolisme obat :
a. Konsentrasi Obat
Umumnya kecepatan biotransformasi obat bertambah bila konsentrasi obat meninggi. Hal ini berlaku sampai titik dimana konsentrasi menjadi sedemikian tinggi sehingga seluruh molekul enzim yang melakukan metabolisme berikatan terus menerus dengan obat dan tercapai kecepatan biotransformasi yang konstan.
b. Fungsi Hati
Pada gangguan fungsi hati, metabolsime dapat berlangsung lebih cepat atau lebih lambat, sehingga efek obat menjadi lebih lemah atau lebih kuat dari yang diharapkan
c. Usia
Pada bayi baru lahir (neonatus) belum semua enzim hati terbentuk, maka reaksi metabolisme obat lebih lambat (terutama pembentukan glukoronida antara lain untuk reaksi konjugasi dengan kloramfenikol, sulfonamida, diazepam, barbital, asetosal, petidin). Untuk menghindari keracunan maka pemakaian obat-obat ini untuk bayi sebaiknya dihindari, atau dikurangi dosisnya.
Pada orang usia lanjut banyak proses fisiologis telah mengalami kemunduran antara lain fungsi ginjal, enzim-enzim hati, jumlah albumin serum berkurang. Hal ini menyebabkan terhambatnya biotrnasformasi obat yang seringkali berakibat akumulasi atau keracunan.
d. Genetik
Ada orang orang yang tidak memiliki faktor genetika tertentu misalnya enzim untuk asetilasi sulfonamida atau INH, akibatnya metabolisme obat-obat ini lambat sekali.
e. Pemakaian Obat lain.
Banyak obat, terutama yang bersifat lipofil (larut lemak) dapat menstimulir pembentukan dan aktivitas enzim-enzim hati. Hal ini disebut induksi enzim. Sebaliknya dikenal pula obat yang menghambat atau menginaktifkan enzim hati disebut inhibisi enzim.
Obat-obat yang menginduksi enzim a.l : barbital, fenitoin, karbamazepin, fenilbutazon.
Disamping itu enzim juga dapat diinduksi oleh faktor lain seperti bahan-bahan penyegar dan makanan misalnya kofein dalam kopi, merokok atau makan sate yang dibakar di atas arang. Asap rokok dan arang mengandung benzo(a)piren, suatu zat karsinogenik dengan sifat menginduksi enzim.
f. Makanan
1. Protein
Protein dibutuhkan untuk sintesis enzim yang memetabolisisr obat, kekurangan protein dapat berakibat penurunan metabolisme obat sehingga obat lebih lama tinggal di dalam tubuh ( ekskresi lambat )
2. Lemak
Lemak dibutuhkan oleh enzim pemetabolisme obat sebagai komponen membran dan interaksi spesifik. Fosfatidilkolin diperlukan untuk metabolisme etilmorfin dan heksobarbital. Asam linoleat dan asam arakhidonat penting untuk mengendalikan metabolisme obat.
3. Karbohidrat
Efek karbohidrat terhadap metabolisme obat sedikit. Tetapi karbohidrat dapat menghambat metabolisme barbiturat sehingga waktu tidur lebih panjang. Kadar glukosa yang tinggi mengakibatkan kandungan sitokrom pemetabolisme obat turun.
4. Vitamin dan mineral.
Vitamin A dan vitamin C, Ca, Mg, meningkatkan metabolisme obat, sedangkan Fe, Iodium dapat menurunkan metabolisme obat.
1) Ekskresi
Ginjal merupakan organ yang penting untuk ekskresi obat. Obat diekskresikan dalam struktur tidak berubah atau sebbagai metabolit melalui ginjal dala urine. Obat yang diekskresikan bersama feses berasal dari :
- Obat yang tidak diabsorbsi dari penggunaan obat melalui oral.
- Obat yang diekskresikan melalui empedu dan tidak direabsorbsi dari usus.
Obat dapat diekskresikan melalui paru – paru, air ludah, keringat atattu dalam air susu. Obat dalam badan akan mengalami metabolisme dan ekskresi. Maka dalam penggunaan obat pada pasien perlu diperhatikan keadaan pasien yang fungsi hati atau ginjalnya tidak normal. Perlu diketahui apakah obat yang diberikan dapat dimetabolismekan atau tidak, rute ekskresinya dan sebagainya.
Pengeluaran obat dari tubuh melalui organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Ekskresi suatu obat dan atau metabolitnya menyebabkan penurunan konsentrasi zat berkhasiat dalam tubuh. Ekskresi dapat terjadi bergantung pada sifat fisikokimia (bobot molekul, harga pKa, kelarutan, tekanan gas) senyawa yang diekskresi, melalui
- ginjal (dengan urin)
- empedu dan usus (dengan feses) atau
- paru-paru (dengan udara ekspirasi)
Ekskresi melalui kulit dan turunannya tidak begitu penting. Sebaliknya pada ibu yang menyusui, eliminasi obat dan metabolitnya dalam ASI dapat menyebabkan intoksikasi yang membahayakan bayi.
Obat-obat yang Mempengaruhi Warna Faeces dan Urin
Warna faeces hitam/kehitaman
– Acetazolamida
– Alluminium hidroksida
– Aminophyllin
– Amphetamine
– Corticosteroid
– Ferro sulfat
– Garam bismut
– Garam besi
– Tetracyklin
– Theophyllin |
Warna faeces biru/ kebiruan
– Chloramphenicol
– Methylen blue
Warna faecer hijau/ kehijauan
– Indometacin
– Medroksiprogesteron
Warna faeces kuning/ kuning-hijau
– Senna |
Warna faeces orange – merah
– Phenazopiridin
– Rifampin
Warna faeces pink-merah
– Antikoagulan
– Aspirin
– Barium
– Heparin
– Oksiphenbutazon
– Phenylbutazon
– Tetrasiklin syrup |
Warna urin hitam/coklat/gelap
– Cascara
– Chloroquine
– Garam besi
– Metronidazole
– Nitrofurantoin
– Quinine
– Senna |
Warna urin biru
– Triamterene
Warna biru-hijau
– Amitriptyline
– Methylene blue |
Warna urin orange/kuning
– Heparin
– Rifampin
– Phenazopyridine
Warna urin merah/pink
– Ibuprofen
– Phenytoin
– Phenylbutazone |
- A. Farmakodinamik
Mempelajari hasil interaksi obat dengan tempat aksinya dalam sistem biologis dengan reseptornya.
Fase farmakodinamik merupakan interaksi obat dengan reseptor sehingga terjadi efek pengobatan dan juga proses-proses yang terlibat dimana akhir dari efek farmakologi terjadi.
Efek terapi
- Meniadakan penyebab penyakit
- Meniadakan gejala penyakit
- Menambah, mengganti zat yang lazim dibuat organ.